PADANG, KOMPAS.com - Kisruh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumatera Barat terus berlanjut.
Setelah Kejaksaan Negeri Padang menetapkan Ketua KONI Sumbar, AS, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana KONI Padang pada 31 Desember 2021 lalu, akhirnya KONI Pusat mengeluarkan surat pemberhentian AS sebagai Ketua KONI Sumbar.
Dalam surat KONI Pusat yang ditandatangani Ketua Umum Marciano Norman tertanggal 14 Maret 2022 disebutkan bahwa AS diberhentikan. Kemudian, Wakil Ketua Umum VI KONI Sumbar Hamdanus ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Ketua KONI Sumbar.
Pemberhentian AS sebagai Ketua KONI Sumbar dan penunjukkan Hamdanus sebagai Plt Ketua KONI mendapat reaksi keras dari Kepala Bidang Organisasi KONI Sumbar, Yohannas Permana.
Baca juga: Di Sumbar, Ketua KONI Dijabat Tersangka Kasus Dugaan Korupsi, DPRD: Jadi Masalah
Menurut Yohannas pemberhentian tersebut telah mengangkangi Peraturan Organisasi KONI sendiri.
Dalam pasal 28 ayat 1 (a) disebutkan apabila Ketua Umum KONI Pusat, provinsi, kabupaten dan kota berhalangan tetap, maka pengurus KONI melalui rapat pleno pengurus menunjuk pejabat Pelaksana Tugas Ketua KONI dari unsur wakil ketua.
"Dalam pasal 2 Peraturan Organisasi KONI itu dijelaskan yang dimaksud berhalangan tetap itu apabila meninggal dunia, mengundurkan diri, diberhentikan karena melanggar AD/ART, menderita sakit yang tidak memungkinkan untuk memimpin organisasi dan menjalankan putusan pengadilan sebagai terpidana," kata Kabid Organisasi KONI Sumbar Yohannas Permana kepada Kompas.com, Rabu (16/3/2022).
Yohannas mengatakan, AS saat ini baru ditetapkan sebagai tersangka dan bukan sebagai terpidana.
"Jadi ini mengangkangi PO KONI sendiri. Ini tidak boleh dibiarkan," kata Yohannas yang merupakan salah seorang pengacara di Sumbar itu.
AS sendiri sebenarnya sudah mengirim surat ke KONI Pusat tentang permohonan penundaan penunjukkan Plt Ketua KONI Sumbar.
Dalam surat tertanggal 19 Februari itu, AS menyebutkan Ketua KONI Sumbar tidak berhalangan tetap sesuai dengan AD/ART KONI.
"Tapi kenapa KONI Pusat tiba-tiba mengeluarkan keputusan pemberhentian AS dan menunjuk Hamdanus sebagai Plt Ketua, ini yang aneh," kata Yohannas.
Yohannas menyebutkan dengan keluarkan surat KONI Pusat yang menginstruksikan Hamdanus menyelenggarakan Musyawarah Olahraga Luar Biasa dengan waktu 4 bulan dan menandatangani Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) bisa berimplikasi hukum dikemudian hari.
Dalam PO KONI pasal 3 huruf (a) dijelaskan bahwa Plt Ketua KONI tidak dapat mengambil keputusan strategis yang berdampak kepada pertanggungjawaban penggunaan anggaran negara.
"Nah, NPHD dan pelaksanaan Musorprovlub itu berkaitan dengan anggaran. Siapa yang bertanggungjawab? Ini tentu akan berimplikasi hukum dikemudian hari," kata Yohannas.