Selain itu, terdata hasil panen masyarakat hilang terbawa arus banjir dan longsor. Nilai kerusakan dan kerugian di sektor ini sekitar Rp 806.350.000.
"Kita hanya bisa melakukan penanganan secara manual karena tidak memungkinkan alat berat masuk melihat kondisi geografis. Kita prihatin juga karena kebutuhan masyarakat sangat bergantung pada sawah," katanya.
Desa Wa’Yagung merupakan sebuah pedesaan terpencil di tengah hutan Krayan, berjarak sekitar 16 kilometer dari pusat Kecamatan Krayan Timur.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Kaltim, Kalteng, Kaltara, Gorontalo, Sulbar, Sulsel, dan Sultra 15 Maret 2022
Pelaksana tugas Camat Krayan Timur Permia menuturkan, akses jalan menuju Wa’Yagung masih berupa tanah lembek berlumpur, sehingga jalanan tersebut dikenal dengan jalan kerbau.
Untuk masuk ke pedesaan yang dihuni oleh 36 kepala keluarga tersebut, harus dengan berjalan kaki selama 8 jam.
"Kalau mau lebih cepat, bisa mengambil jalan pintas lewat hutan lebat, tapi tantangannya banyak sekali lintah sebesar jempol orang dewasa menempel di daun daun hutan. Meski lebih hemat dua jam perjalanan, badan akan dipenuhi lintah setelah sampai di pedesaan," tuturnya.
Permia menuturkan, sejak cuaca penghujan, air sungai meluap dan berakibat longsor yang menimbun sejumlah infrastruktur jalan, maupun persawahan yang merupakan sumber penghasilan warga setempat.
Baca juga: Malaysia Buka Perbatasan, Ini Tanggapan Wali Kota Pontianak
Selain itu, sumber air bersih dan PLTA di Wa’Yagung, terkena dampaknya. Sumber air menjadi sangat keruh, dan PLTA sempat mengalami kerusakan parah akibat musibah tersebut.
"Kita bergotong-royong melakukan perbaikan dan untuk PLTA saat ini sudah mulai normal. Meski dayanya tidak besar, namun bisa menerangi Wa’Yagung dengan jumlah jiwa yang sedikit. Kalau hujan, listrik bisa menyala siang malam, kalau kemarau, hanya malam saja menyalanya," katanya lagi.
Musibah banjir disusul longsoran bukit di Wa’Yagung belakangan, memang diakui menjadi pukulan berat bagi masyarakat yang masih mengalami keterisoliran ini.
Apalagi, hasil panen gabah yang disimpan dalam lumbung untuk persiapan setahun ke depan, hanyut diterjang banjir.