KOMPAS.com - Gerakan Aceh Merdeka (GAM) adalah gerakan separatisme bersenjata di Aceh yang lahir dari rasa kecewa kepada pemerintah.
Kemunculan Gerakan Aceh Merdeka terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan tujuan memisahkan diri dari NKRI.
Baca juga: Gerakan Aceh Merdeka: Latar Belakang, Perkembangan, dan Penyelesaian
Gerakan Aceh Merdeka dipimpin oleh Tengku Hasan Di Tiro atau dikenal dengan Hasan Tiro melalui pernyataan yang dilakukan di perbukitan Halimon, Kabupaten Pidie.
Dalam catatan sejarah, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) lahir pada tanggal 4 Desember 1976 dengan menyerukan perlawanan kepada pemerintah Republik Indonesia.
Baca juga: Gerakan Aceh Merdeka dari Amukan Gajah Sumatera
Sebelum resmi bernama Gerakan Aceh Merdeka, kelompok ini menyebut dirinya dengan nama Aceh Merdeka (AM).
Gerakan ini kemudian juga dikenal dengan sebutan Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF).
Baca juga: Cerita Eks Kombatan GAM yang Sukses Budidaya Tiram Super Jumbo di Banda Aceh
Latar belakang kemunculan Gerakan Aceh Merdeka adalah konflik yang bersumber dari perbedaan pandangan tentang hukum Islam, kekecewaan tentang distribusi sumber daya alam di Aceh, dan peningkatan jumlah pendatang dari Jawa.
Pemerintah pusat saat itu disebut sentralistis yang memicu tumbuhnya rasa kekecewaan di benak masyarakat Aceh.
Sayangnya, saat itu cara mengatasi Gerakan Aceh Merdeka yang diambil oleh pemerintah pusat kurang tepat hingga muncul perlawanan yang kemudian dimanfaatkan kelompok tersebut untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Pada akhirnya konflik yang terjadi sejak 1976 hingga 2005 ini justru merugikan kedua belah pihak dan telah menelan nyawa sebanyak hampir 15.000 jiwa.
Setelah terjadi pernyataan dari Hasan Tiro di tahun 1976, milisi GAM mulai melakukan gerakan-gerakan represif.
Perlawanan yang terjadi melalui teknik gerilya itu menewaskan milisi GAM dan juga masyarakat sipil.
Walau begitu, gerakan milisi GAM berhasil digagalkan oleh pemerintah pusat dan kondisi bisa dinetralisir.
GAM kembali melakukan aktivitas setelah mendapatkan dukungan dari Libya dan Iran berupa peralatan militer.
Pelatihan perang yang didapat di luar negeri menyebabkan perlawanan mereka tertata dan terlatih dengan baik sehingga sulit dikendalikan.