LAMPUNG, KOMPAS.com - Sepekan terakhir, pesisir di Teluk Bandar Lampung dicemari limbah hitam mirip oli. Pencemaran lingkungan ini sangat dirasakan imbasnya bagi para nelayan.
Salah satunya dirasakan Amin Selamet (73), nelayan dari Kampung Rawa Laut, Kecamatan Panjang, Bandar Lampung.
Pada Minggu (6/3/2022) dini hari, seperti biasa Selamet memulai hari dengan merapikan jaring, menyiapkan umpan, dan bergegas ke laut dengan kapal kecilnya.
Rumah Selamet berada tepat di tepian Pantai Panjang Selatan. Deburan ombak dan embusan angin menyambut pria uzur yang masih terlihat gagah ini.
Baca juga: Walhi Sebut 18,5 Barel Limbah Hitam Cemari Perairan Lampung, KSAL: Tindak Tegas Pelakunya
"Ya seperti biasa, saya ke laut, sekitar satu kilo (meter) nyari ikan sama kepiting," kata Selamet ditemui di rumahnya, Kamis (10/3/2022) pagi.
Matahari pagi masih tertidur dan gelapnya malam belum beranjak ketika Selamet mengayuh dayung perahunya.
Sekitar satu jam melaut, Selamet merasakan keganjilan. Jaring sudah beberapa kali dilepas dan diangkat, namun tak satu ekor pun ikan terjaring.
Selamet mengedarkan pandangannya ke sekitar, masih gelap. Sesekali hanya tampak kilatan lampu kapal di kejauhan.
Pantulan permukaan air laut yang agak berbeda sekitar lima meter dari sisi haluan kapal menarik perhatiannya. Dia melihat permukaan air laut dipenuhi sesuatu yang menggumpal.
"Wah, ini mah minyak," kata Selamet menirukan gerutuannya pada saat itu.
Lantaran tak juga mendapat tangkapan, Selamet memutuskan pulang. Karena mengira tepian pantai tempat dia berlabuh sudah dipenuhi limbah, Selamet menuju lokasi berbeda untuk bersandar.
Namun, di lokasi tersebut, Selamet harus turun agak jauh dari tepian untuk menarik perahunya.
"Byuuur...," katanya.
Percikan air laut mengenai wajahnya. Anehnya bukan air laut asin yang dirasakan menempel di wajahnya, tetapi cairan yang terasa licin.
Selamet kemudian melihat kaosnya yang sebagian sudah terkena cipratan noda hitam.