Namun, dari waktu ke waktu, hampir selalu ada sejumlah inovasi yang dilakukan agar pelanggannya tidak jenuh dengan warung tersebut.
“Kalau ramainya sudah lama dari dulu, cuma sekarang tempat diperbarui sehingga kapasitasnya lebih banyak, jadi kelihatan tambah ramai,” kata dia.
Selain itu, warung tersebut juga menyediakan minuman-minuman kekinian yang digandrungi oleh para anak muda.
Menurutnya, kopi santen yang dimilikinya ini mempunyai ciri khas tersendiri dari kebanyakan warung kopi di tempat lainnya.
Bahan pembuatan kopi santen terbuat dari kopi arabika atau kopi robusta dicampur dengan air santan kelapa.
Baca juga: Tandur Space, Kafe Unik di Tengah Kota Semarang dengan Konsep Urban Farming
“Aroma kopinya beda karena dicampur dengan santan, dan kopinya ini kan kopi murni. Paling ya rasanya gurih, beda dari kopi-kopi lainnya,” terang dia.
Dalam sehari, warung kopi santen tersebut mampu menghabiskan 10 kilogram kopi untuk disajikan menjadi minuman kopi yang disajikan di gelas-gelas.
Untuk segelas kopi santen dijual seharga 5.000 rupiah.
“Mengenai kopi yang terjual ada kira-kira ratusan gelas bahkan sempat menyentuh angka seribu gelas. Untuk omzet kami enggak tahu, soalnya kan bagi kita yang penting cukup, uang itu muter untuk belanja terus, dari harga kan sangat murah, per gelas Rp 5.000. Sehingga untuk bayar orang dan belanja juga hampir habis,” kata dia yang sudah memiliki 9 karyawan tersebut.
Selain menyediakan kopi sebagai menu utamanya, warung kopi santen tersebut juga memberikan peluang bagi tetangga sekitar untuk menghidupkan roda perekonomian.
Setidaknya, tak kurang dari 15 warga yang menitipkan jajanannya agar mendapatkan penghasilan di warung kopi tersebut.
Bahkan, dalam sehari warung kopi tersebut mampu membayari titipan jajanan tersebut antara Rp 1 juta sampai Rp 2 juta.
Jajanan yang disajikan pun beragam, seperti walang goreng, cenil, tahu bakso, kerupuk, risoles, telur puyuh, kacang goreng, arem-arem hingga rujak.
“Memang kami di desa, jadi jajanannya ya jajanan desa, bukan jajanan kota. Kalau jajanan kota kan orang ngopi kayaknya bosan harganya mahal. Kalau di sini kan jajannya, jajanan desa jadi kopinya murah, jajannya juga murah,” ujar dia.
“Ini jajanan bukan jajanan kami tapi jajanan tetangga, sehingga menghidupkan perekonomian desa, biar semua ikut merasakan manfaatnya,” imbuh dia.