KOMPAS.com - Sejoli di Kabupaten Malang, Jawa Timur, diarak warga karena diduga berzina.
Dalam video viral yang menampilkan detik-detik sejoli itu diarak, tampak sejumlah warga mengiringi sejoli tersebut berjalan kaki menuju Polsek Gondanglegi.
Warga yang menonton di pinggir jalan pun turut menyoraki sejoli itu.
Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Gondanglegi Kompol Pujiyono mengatakan, warga mengarak sejoli itu karena merasa geram.
Baca juga: Viral, Video Sejoli di Malang Diarak Warga karena Diduga Berzina, Ini Kata Polisi
"Pengarakan itu dilakukan karena warga merasa geram dan resah atas dugaan perzinaan yang dilakukan sejoli itu selama ini," jelasnya, Minggu (6/3/2022).
Kasus warga mengarak pasangan yang diduga berbuat mesum ternyata bukan sekali ini saja.
Pada Minggu (28/2/2021), pasangan berinisial AN (45) dan RM (23) diduga berbuat mesum di sebuah rumah kontrakan di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
Warga kemudian mengarak pasangan ini dan kemudian dinikahkan.
"Pasangan bukan pasutri langsung dinikahkan di tempat oleh penghulu dan dihadiri oleh orangtua si perempuan," ucap Kapolsek Tapin Utara Ipda Subroto Rindang Ari Setyawan, Senin (1/3/2021).
Baca juga: Tepergok Mesum di Kontrakan, Pasangan Ini Diarak kemudian Dinikahkan
Sosiolog Universitas Brawijaya, Wida Ayu Puspitosari, menerangkan, cara pandang masyarakat dalam menilai fenomena-fenomena sosial, contohnya perselingkuhan, bisa dibentuk oleh media.
Ia menyorot banyaknya sinetron yang membahas soal cerita penyimpangan dan kemesuman.
“Media mengangkat suatu hal menjadi 'hiper-realitas’. Dan masyarakat menilainya bahwa perilaku-perilaku seperti itu mewabah di masyarakat,” bebernya dalam pesan WhatsApp kepada Kompas.com, Senin (7/3/2022).
Hal tersebut membuat masyarakat menjadi ketakutan, sehingga bila ada kasus serupa, warga menjadi reaktif dan tidak kritis.
Kemudian, warga yang memiliki kekhawatiran terhadap perbuatan pasangan tersebut melakukan show off force atau unjuk kekuatan. Kekuatan itu dipakai untuk menegakkan norma-norma sosial pada komunitas tersebut.
Warga melakukan tindakan itu karena khawatir bahwa tindakan mesum tersebut akan memerangaruhi komunitasnya.
Di sisi lain, peristiwa semacam pengarakan sejoli ini dimanfaatkan oleh aktor yang berkompetisi mencari power di level komunitas untuk mendapatkan dukungan.
“Ia menggunakan momen ini supaya dianggap sebagai pemimpin yang peduli dengan norma sosial. Jadi inti masalahnya terletak karena ada kontestasi perebutan pengaruh di tingkat lokal,” jelasnya.