SEMARANG, KOMPAS.com - Umat Hindu Kota Semarang, Jawa Tengah, mengungkap makna peringatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 yang jatuh pada Kamis (3/3/2022)..
Salah satu umat, Wayan Sukarya (73), warga Kendeng Barat, mengatakan, Hari Raya Nyepi ini ibarat mengayuh perahu di tengah lautan yang luas.
"Setelah 365 hari kita melewati badai kehidupan ini, kita mencoba menepi sejenak. Kita harus mawas diri dan introspeksi apa yang sudah kita lakukan selama 365 hari yang lalu, dan apa yang akan kita lanjutkan nanti ke depannya," kata Wayan ditemui usai sembahyang Tawur Agung Kesanga di Pura Agung Giri Natha, Rabu (2/3/2022).
Baca juga: Libur Nyepi, Polisi Siapkan Antisipasi Kemacetan di Puncak Bogor
Pria yang pernah menjadi dosen Undip ini menjelaskan sejumlah pantangan umat Hindu selama memperingati Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka 1944.
Pertama, yakni Amati Geni yang merupakan pantangan tidak menyalakan api dan listrik.
"Ini maknanya simbolik sebenarnya mengekang hawa nafsu kita, amarah kita. Dan juga tidak merokok, tidak memasak, jadi kita puasa," jelas Wayan.
Pantangan kedua yakni Amati Karya yang merupakan pantangan tidak melakukan aktivitas kegiatan atau bekerja.
"Tidak bekerja dengan harapan pikiran kita tetap menyatu dengan Hyang Widhi pada Yang Maha Kuasa merenungkan apa yang sudah kita kerjakan dan yang akan kita kerjakan ke depannya," tuturnya.
Kemudian, pantangan ketiga Amati Lelanguan, yakni menghentikan sejenak bentuk kesenangan duniawi.
Baca juga: Perjuangan di Balik Nyepi dan Waisak Menjadi Hari Libur Nasional
"Kita tidak boleh mengumbar nafsu. Kita harus tekun, hening, tenang, dan merenungkan apa yang sudah kita perbuat," ucapnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.