Pada tanggal 6 Juni 1847, Surat Keputusan Sunan Paku Buwono VII, yaitu Serat Angger menyebutkan wilayah Sragen dipilih sebagai satu lokasi untuk menjadi Pos Tundan.
Pos Tundan adalah tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan lalu lintas barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan.
Baca juga: Sejarah dan Asal-usul Nama Sragen
Perkembangan selanjutnya, sejak tanggal 5 Juni 1847, Sunan Paku Buwono VIII dengan persetujuan Residen Surakarta baron de geer, daerah itu disebut Gunung Pulisi Sragen.
Sejak Sunan Paku Buwana VIII dan seterusnya diadakan reformasi secara terus menerus di bidang pemerintahan. Akhirnya, Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Raja.
Pada masa pemerintahan Paku Buwono X, Rijkblaad No 23 Tahun 1918, Kabupaten Pangreh Praja ditetapkan sebagai Daerah Otonom yang melaksanakan kekuasaan hukum dan pemerintahan.
Pada masa Kemerdekaan Republik Indonesia, Kabupaten Pangreh Praja Sragen menjadi Pemerintah Daerah Kebupaten Sragen.
2. Julukan Bumi Sukowati
Julukan Bumi Sukowati yang disematkan pada Kabupaten Sragen dapat ditelusuri dari abad ke 7, saat Kerajaan Mataram Kuno berdiri.
Pada masa Mataram Kuno diperintahkan oleh Rakai Penangkaran, raja bawahannya yang bernama Rakai Walaning Pukumbayoni menyingkir ke sebuah daerah akibat terjadi peperangan.
Daerah tersebut bernama Sukowati. Karenanya, Rakai Walaning Pukumbayoni dianggap sebagai cikal bakal Bumi Sukowati.
3. Situs Perjalanan Raja-raja Mataram Islam
Situs perjalanan raja-raja Mataram Islam tersebar di pelosok desa-desa, terutama di sebelah utara Sungai Bengawan Solo.
Salah satunya, jejak Pengeran Mangkubumi yang pertama kali mendirikan pemerintahan baru di Dukuh Pandak Karangnongko yang lalu bersembunyi di Desa Gebang, Kecamatan Masaran.
Baca juga: Es Buto Ijo, Tersebar di Seluruh Sragen
Desa Jekawal juga menjadi saksi bisu, pertemuan antara Pengeran Mangkubumi dengan Pangeran Sambernyawa yang kelak bergelar Raja Mangkunegara I.
4. Pertanian Potensi Sragen