KOMPAS.com - Orang-orang Cina masuk ke Salatiga, Jawa Tengah pada abad ke-18, sebelum datangnya orang-orang Eropas.
Kedatangan orang China di Salatiga seiring dengan pergerakan mereka di Surakarta pada tahun 1740-1741.
Orang Cina memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi. Sejak Belanda menguasai Tanah Air, orang Cina dijadikan perantata dalam hubungan dagang dengan pribumi.
Seperti orang-orang Belanda, orang China pun membangun rumah dan gedung permanen.
Rumah tersebut berarsitektur berderet panjang seperti rumah kopel dan berada di kawasan Chinese Wijk. Kebanyakan rumah mereka juga digunakan untuk tempat usaha.
Salah satu rumah yang dibangun adalah Istana Djoen Eng di Salatiga.
Baca juga: Tari Gandrung Asal Banyuwangi: Sejarah, Gerakan, dan Ciri Khas
Dikutip dari nationalgeographic.grid.id, Guntur Priyanto menulis tentang istana tersebut di projek akhir yang berjudul Perkembangan Fungsi Bangunan Istana Djoen Eng di Salatiga Pada Tahun 1921-1968.
Kala itu Kwik bersaudara yang terdiri dari Kwik Hong Biauw, Kwik Ing Djie, Kwik Djoen Eng, Kwik Ing Sien, dan Kwik Ing Hi datang ke Jawa. Mereka adalah pengimpor teh dari Taiwan.
Setelah tiba di Jawa, mereka terpisah dan menjalankan usaha mereka masing-masing. Lokasi mereka terpisah di Yogyakarta, Solo, dan Surabaya.
Mereka kemudian megembangkan bisnisnya ke Salatiga dan Semarang.
Baca juga: Tari Pakarena Asal Sulawesi Selatan: Sejarah, Gerakan, Properti, dan Musik Pengiring
Salah satu Kwik bersaudara adalah Kwik Djoen Eng. Ia memiliki perusahaan eksport-impor hasil bumi dengan nama NV. Kwik Hoo Tong Handel Maatshappij yang didirikan pada tahun 1877 di Semarang.
Sekitar tahun 1920, perusahaannya telah berkembang menjadi salah satu firma Hindia Belanda yang terbesar, dan memiliki cabang di seluruh Indonesia maupun luar negeri seperti Cina, Taiwan, Eropa, dan Amerika.
Kwik Djoen Eng dapat dikatakan sebagai orang terkaya kedua setelah Oe Tiong Ham yang merupakan saudagar gula dari Semarang.
Baca juga: Tari Indang Asal Sumbar: Sejarah, Gerakan, dan Makna Filosofinya
Di Salatiga, Kwik Djoen Eng membangun tempat tinggalnya di Kawasan Europeeshe Wijk.
Kompleksnya dibangun pada tahun 1921 dan selesai empat tahun kemudian. Bangunan tersebut diresmikan dengan menggelar pesta yang sangat meriah.
Menurut cerita, biaya total pembangunan kompleks itu sekitar 3 juta gulden Belanda.
Bahkan Kwik Djoen Eng juga sering melakukan perubahan dan penambahan pada desain awalnya supaya menjadi benar-benar sempurna.
Dalam wawancara yang dilakukan Guntur dengan Lanny pengurus Institut Roncalli menjelaskan bahwa, tiang pergola di taman dan semacam gardu yang berada di Istana Kwik Djoen Eng berwarna merah menyala dan kuning, sangat bercorak khas Cina.
Baca juga: Tari Seudati Asal Aceh, Asal-usul, Gerakan, dan Pola Lantai
Di istana tersebut juga terdapat kebun binatang mini, kolam, lapangan tenis, dan kebun kopi.
Pada induk bangunan terdapat 5 kubah yang menyerupai pagoda. Bagian kubah tengah tersebut melambangkan Kwik Djoen Eng selaku pemilik istana,
Sementara 4 kubah lain yang mengelilinginya adalah 4 putra kesayangannya, dan ornamen kubah melambangkan sebagai rahim ibu karena Djoen Eng sangat menghargai sosok seorang Ibu
Istana Djoen Eng memiliki interior yang sangat cantik dengan dinding-dinding yang dilapisi marmer, lantai yang beragam motif kaya akan warna, dan ornamen kaca yang menyerupai lukisan.
Pada buku yang ditulis oleh Eddy Supangkat, taman di Istana Djong Eng ini di sekeliling bangunan ditata hingga menjadi tempat rekreasi dengan corak khas Cina.
Baca juga: Sejarah dan Asal-usul Orang Nias, dari Leluhur hingga Usulan Pembentukan Provinsi Kepulauan Nias
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.