KOMPAS.com - Debus merupakan kesenian tradisional dari Provinsi Banten yang menampilkan atraksi kekebalan tubuh melawan berbagai macam benda tajam.
Hal ini tak lepas dari asal istilah dalam Bahasa Arab “dablus” yang berarti sejenis senjata dengan ujung yang runcing.
Baca juga: Pasar Kaget Sampai Kursus Kilat Debus, Aktivitas untuk Turis Cruise di Sabang
Sebuah pertunjukkan kesenian debus mengandung unsur seni dan unsur agama, dengan ilmu kebatinan yang disebut bernuansa magis.
Baca juga: 2.000 Pemain Debus Pecahkan Rekor
Dilansir dari laman Kemendikbud, berikut adalah ulasan singkat mengenai kesenian debus asal Banten.
Baca juga: Debus dan Pencak Silat Akan Ramaikan HUT ke-72 TNI
Pada masa lalu, kesenian debus digunakan sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam di daerah Banten.
Namun pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, debus digunakan untuk memompa semangat rakyat dalam melawan penjajah Belanda.
Namun melemahnya Kesultanan Banten di bawah kekuasaan Sultan Rafiudin sempat membuat kesenian ini menghilang.
Baru pada tahun 1960-1n, kesenian ini muncul kembali namun dalam bentuk atraksi hiburan.
Selain itu, asal-usul debus disebut berawal dari kesenian Al Madad yang memang memiliki beberapa kemiripan.
Namun saat ini jumlah kelompok kesenian Al Madad juga tidak sebanyak kelompok kesenian debus.
Ada anggapan bahwa setiap pemain debus sudah pasti pesilat, namun tidak setiap pesilat bisa menjadi pemain debus.
Hal ini tidak sepenuhnya salah karena memang silat merupakan gerakan dasar dari atraksi debus, sehingga keduanya tidak bisa dipisahkan.
Saat ini, biasanya suatu kelompok kesenian debus akan menginduk kepada sebuah padepokan silat.
Ada tiga aliran silat yang dikenal cukup besar dan mewarnai kesenian debus yaitu aliran silat cimande, bandrong, dan terumbu.
Sebuah sanggar debus dipimpin oleh seorang guru besar atau syeh. dan membawahi sekitar 20 pemain debus, termasuk pemain atraksi dan penabuh nayaga.