KOMPAS.com - Canting berasal dari bahasa Jawa yang artinya alat untuk melukis batik tulis.
Canting adalah alat pokok dalam membatik yang menentukan apakah hasil pekerjaan tersebut disebut batik atau bukan batik.
Canting dipergunakan untuk menulis (melukis dengan cairan malam) untuk membuat motif yang diinginkan.
Membatik dapat dikatakan sebagai penerapan teknologi, karena proses melekatnya lilin pada kain harus menggunakan canting.
Batik juga dikatakan seni karena gambar motifnya merupakan ekspresi perasaan, keinginan, atau suasana hati seorang pembatik.
Baca juga: Cerita di Balik Jeruji Terpidana Mati Mary Jane, Penantian 11 Tahun dan Canting Batik
Pemilihan canting dalam membatik sangat menentukan baik dan tidaknya motif batik yang dihasilkan. Hal ini karena setiap titik dan garis pada batik memiliki ukuran (canting) yang telah ditentukan.
Sehingga dalam motif batik tidak hanya menampilkan susunan warna-warna yang indah, melainkan juga menampilkan garis yang diwujudkan melalui bentuk motif-motifnya.
Canting terdiri dari tiga bagian, yaitu cucuk, nyemplung, dan pegangan.
Baca juga: Kisah Obi dan Canting Dalam Rumah Dongeng Pelangi
Bagi masyarakat Jawa canting tidak hanya sekedar alat untuk membatik. Lebih jauh dari itu, canting memiliki makna filosofi yang luhur.
Filosofi tersebut tercermin dalam bagian-bagian canting, yaitu gagang merupakan pondasi atas keyakinan pada Tuhan, nyamplung menandakan kebesaran hati, dan cucuk melambangkan kehati-hatian dan "banyak kerja ketimbang bicara".
Terdapat beberapa jenis canting. Perbedaan jenis canting tersebut terkait dengan perbedaan motif yang akan dibuat dalam pembatikkan.
Berikut jenis-jenis canting:
1. Canting Reng-rengan
Canting Reng-rengan digunakan sebagai awal proses membatik, yaitu proses membuat pola. Namun, awalnya pola dibuat terlebih dahulu baru kemudian dilanjutkan dengan menggunakan canting reng-rengan.
Baca juga: 1.000 Canting Hiasi Pohon Natal di Santika Jogja
Canting ini memiliki cucuk tunggal dengan diameter 1 mm - 2,5 mm