PURWOREJO, KOMPAS.com - Munculnya wacana penambangan batuan andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, telah membuat masyarakat desa tersebut secara garis besar terbelah menjadi 2 kubu.
Sebagian masyarakat pro penambangan, dan sebagian lagi kontra terhadap kegiatan penambangan atau galian.
Kesenjangan sosial dan konflik horizontal pun sangat terasa di tengah masyarakat.
Baca juga: Kunjungi Wadas, Wagub Jateng Taj Yasin Sebut Situasi Kondusif
Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/41 Tahun 2018, aktivitas galian (quarry) akan dilakukan di Desa Wadas, karena batuannya akan digunakan untuk pembangunan Bendungan Bener.
Sebagian warga berjuang untuk mempertahankan karunia alam yang melimpah dari ancaman perampasan ruang hidup.
Sementara itu, sebagian warga yang lain mendukung proyek penambangan yang dilaksanakan di Desa yang berpenduduk sekitar 1.700 jiwa ini.
Pada 23 April 2021, sejumlah warga yang menolak tambang terlibat bentrokan dengan aparat kepolisian di tengah terik matahari bulan Ramadhan.
Kemudian, pada Selasa (8/2/2022), hal yang sama terjadi saat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Purworejo akan melakukan pengukuran bidang tanah dan tanam tumbuh.
Akibatnya, puluhan warga ditangkap aparat kepolisian dengan tuduhan tindakan provokatif.
Semua mata akhirnya tertuju pada Wadas.
Peristiwa bentrokan dan wacana pertambangan menjadi perhatian publik.
Baca juga: Ombudsman Jateng Kumpulkan Informasi Awal soal Dugaan Maladministrasi di Wadas
Sebuah desa yang berjarak lebih kurang 25 kilometer ke pusat kota Purworejo sampai-sampai dikunjungi pejabat seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Komisi III DPR RI, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid.
Ada juga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), DPRD Jawa Tengah, Bupati, hingga berbagai awak media nasional yang berbondong-bondong turun melihat kondisi Wadas.