KUPANG, KOMPAS.com - Sebanyak 14 daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) belum menerapkan status kejadian luar biasa (KLB). Padahal, jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah itu tinggi.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT Erlina R Salmun, kepada Kompas.com, Kamis (17/2/2022).
Baca juga: 6 Fakta Kupang, Ibu Kota NTT Berjuluk Kota Kerang
Erlina menambahkan, sudah ada 1.197 kasus DBD di NTT. Sebanyak sembilan orang di antaranya dinyatakan meninggal.
Lalu, 60 pasien masih menjalani perawatan medis di sejumlah rumah sakit.
"Sampai saat ini belum ada (KLB) dan kita dari provinsi punya kewajiban untuk menyampaikan secara jelas kepada kabupaten dan kota," kata Erlina.
Dia memerinci, 14 daerah yang belum menetapkan KLB yakni Kota Kupang, Kabupaten Sumba Barat Daya, Lembata, Manggarai Barat, Flores Timur, Malaka, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Sikka, Negekeo, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Ngada.
Pemerintah Provinsi, lanjut dia, telah mengeluarkan surat yang ditandatangani Kepala Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil NTT Messerassi Ataupah, terkait pemberitahuan analisis epidemiologi status KLB DBD di Provinsi NTT.
Surat itu, ditujukan kepada 14 kepala dinas kesehatan kota dan kabupaten.
Menurut Erlina, khusus untuk KLB DBD ditetapkan berdasarkan tiga kriteria dan jika salah satu kriteria terpenuhi, maka wilayah tersebut dapat ditetapkan sebagai KLB.
Sementara itu, 14 daerah di NTT itu telah memenuhi dua kriteria yakni peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menutur jenis penyakitnya.
Kemudian, angka kematian kasus suatu penyakit (case fatality rate) dalam satu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50 persen atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
Ia menyebut, data kasus DBD di Provinsi NTT dalam tiga tahun terakhir (2020, 2021 dan 2022), terhitung 1 Januari hingga 8 Februari 2022, peningkatan kasus tersebut sudah dinyatakan sebagai KLB DBD.
Dengan situasi seperti itu, maka pihaknya meminta para kepala dinas kesehatan kabupaten dan kota yang masuk dalam kriteria KLB, agar segera mengambil langkah-langkah strategis.
Selain itu, harus memprioritaskan penanggulangan DBD di wilayah masing-masing dengan sejumlah upaya.
Di antaranya surveilans, pergerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk dan upaya penanganan kasus secara sistematis dan berkesinambungan dengan memberdayakan seluruh potensi daerah, guna menghentikan penularan DBD, yang berakibat fatal pada masyarakat.