KOMPAS.com - Nani Wartabone adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Gorontalo.
Sejumlah jabatan penting pernah disandangnya setelah Indonesia merdeka.
Di antaranya Kepala Pemerintahan di Gorontalo, Kepala Daerah Sulawesi Utara, Anggota MPRS, Anggota DPRGR, Anggota Dewan Perancang Nasional, hingga Anggota DPA.
Nama Nani Wartabone juga dikenal sebagai sosok proklamator kemerdekaan di Gorontalo yang diproklamirkan 3 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa itu dikenal dengan Peristiwa Hari Patriotik 23 Januari 1942. Saat itu Nani Wartabone juga mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Nani Wartabone lahir di Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo pada tanggal 30 April 1907.
Ayahnya bernama Zakaria Wartabone merupakan seorang aparat yang bekerja untuk pemerintah Hindia Belanda.
Sementara ibunya merupakan seorang wanita keturunan ningrat atau priyayi pada zaman tu.
Jiwa perjuangan dan nasionalisme Nani Wartabone sudah tampak sejak dia masih remaja.
Hal itu dapat dilihat dari pandangannya yang keras terhadap Belanda meski ayahnya seorang aparat.
Nani Wartabone tidak betah berada di sekolah karena dia menilai guru-gurunya banyak yang mengagungkan Belanda.
Bahkan Nani Wartabone pernah membebaskan tahanan ayahnya karena tidak sampai hati melihat bangsanya dihukum.
Perjuangan nyata seorang Nani Wartabone dimulai pada tahun 1923, yaitu dengan mendirikan Jong Gorontalo.
Pada organisasi kedaerahan itu, Nani Wartabone dipercaya menjabat sebagai sekretaris.
Selain itu, Nani Wartabone juga bergabung ke dalam Partai Nasional Indonesia (PNI) Cabang Gorontalo, dan pernah ditunjuk menjadi ketua.
Suatu hari pada tahun 1931, Nani Wartabone yang sedang memimpin rapat PNI Gorontalo kedatangan pihak Belanda.
Maksud kedatangan Belanda itu tidak lain adalah untuk membubarkan rapat PNI yang digelar Nani.
Namun, Nani Wartabone dengan lantang melawan upaya pembubaran itu dengan mendemonstrasikan lagu Indonesia Raya.
Nani Wartabone juga tercatat aktif di organisasi Persyarikatan Muhammadiyah.
Dalam beberapa catatan disebutkan, maksud Nani Wartabone masuk Muhammadiyah bertujuan untuk menghindarkan umat dari pandangan yang merugikan Islam itu sendiri.
Pada tahun 1941, Nani Wartabone membentuk Komite 12, sebuah organisasi rahasia untuk menghadapi Perang Pasifik.
Sedangkan pada tahun berikutnya, Nanti memimpin pemberontakan dan menyatakan kemerdekaan Indonesia di Gorontalo.
Latar belakang peristiwa ini adalah masuknya tentara Jepang ke Manado, dan membuat orang-orang Belanda ketakutan.
Mendengar kabar tersebut, orang-orang Belanda di Gorontalo juga merasa ketakutan dan berniat untuk pergi.
Kesempatan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Nani Wartabone untuk melancarkan perlawanan.
Pada Jumat 23 Januari 1942, Nani Wartabone memimpin para pemuda Suwawa menuju ke Gorontalo.
Di sepanjang perjalanan, rombongan Nani Wartabone kian besar karena banyak rakyat yang bergabung.
Sesampainya di Gorontalo, mereka lantas menangkapi para pejabat Belanda yang ada di sana.
Nani Wartabone kemudian menurunkan bendera Belanda dan menggantinya dengan pengibaran bendera Merah Putih dan diiringi oleh lagu Indonesia Raya.
Dalam kesempatan tersebut, Nani Wartabone menegaskan bahwa bangsa Indonesia yang ada di Gorontalo sudah merdeka.
Sore harinya Nani memimpin pembentukan Pucuk Pimpinan Pemerintahan Gorontalo yang berfungsi sebagai Badan Perwakilan Rakyat.
Empat hari berikutnya, Nani memobilisasi rakyat untuk rapat raksasa di Tanah Lapang Besar Gorontalo.
Rapat raksasa itu bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan dengan risiko apapun.
Namun saat Jepang masuk ke Gorontalo, Nani Wartabone ditangkap dan dipenjara di Manado.
Meski sempat bebas pada tahun 1944, namun Nani Wartabone baru benar-benar dibebaskan pada Desember 1949.
Setelah bebas dari penjara, Nani Wartabone menjadi sosok pemimpin Gorontalo.
Sejumlah jabatan pernah diembannya. Dia juga memimpin rakyat Gorontalo menumpas pemberontakan PRRI dan Permesta.
Namun demikian, Nani Wartabone meninggal dunia justru bukan sebagai pejabat melainkan sebagai petani di desa terpencil.
Nani Wartabone meninggal dunia bersamaan dengan azan salat Jumat pada tanggal 3 Januari 1989 di Suwawa, Gorontalo.
Untuk mengenang jasa-jasanya, Nani Wartabone ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 2003.
Sumber:
Kompas.com
Kemdikbud.go.id
Kemsos.go.id