LAMPUNG, KOMPAS.com – Kasus mafia tanah dengan pelaku S alias Edi Bagong di Bandar Lampung sempat membuat para korban saling adu gugatan perdata di pengadilan.
Para korban tidak mengetahui bahwa sertifikat tanah yang menjadi obyek sengketa ternyata palsu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandar Lampung Komisaris Polisi (Kompol) Devi Sujana mengatakan, kedua korban sempat berperkara di pengadilan perdata di Bandar Lampung.
Baca juga: Mafia Tanah di Lampung Palsukan Sertifikat Pakai Pemutih Pakaian, Nama Dihapus dengan Silet
“Kedua korban ini saling klaim, padahal sebenarnya surat sertifikat tanah yang menjadi obyek sengketa itu palsu,” kata Devi di Mapolresta Bandar Lampung, Kamis (10/2/2022).
Devi menuturkan, pada kasus ini pelaku S alias Edi Bagong awalnya menemui korban Ahmad Buhori selaku pemegang sertifikat tanah atas nama Samsi pada medio 2018 lalu.
Pelaku S ingin membeli sebidang tanah seluas 1.660 meter persegi yang memiliki sertifikat nomor 448/KD nomor surat ukur: 2346/77 tanggal 7 Februari 1977.
“Tanah itu dijual seharga Rp350 juta, dan oleh pelaku S dibayar uang muka dahulu sebesar Rp 3 juta. Sedangkan surat sertifikat dibawa dengan alasan ingin diperiksa keasliannya,” kata Devi.
Baca juga: Polisi Kembali Ungkap Kasus Mafia Tanah di Bandar Lampung, Pelaku Rugikan Korban hingga Rp 4 Miliar
Rupanya, pengecekan keaslian itu hanya modus dari pelaku S.
Oleh pelaku S, dibuatkan surat kehilangan yang dikeluarkan oleh Polresta Tangerang.
“Pelaku S ini lalu menghapus sertifikat atas nama Samsi tadi menjadi atas nama Sunaryo,” kata Devi.
Baca juga: Modus Mafia Tanah di Bandar Lampung, Cari Lahan Kosong lalu Buat Sertifikat
Tak hanya namanya saja diganti, nomor sertifikat itu juga diganti menjadi SHM Nomor : 820/KD desa Sukarame berdasarkan surat ukur nomor: 5065 / 77 tanggal 7 Februari 1977 dengan luas: 7.580 meter persegi.
Berbekal sertifikat palsu ini, pelaku S menguasai sebidang tanah di Jalan Karimun Jawa, Kecamatan Sukarame, Bandar Lampung.
“Lokasinya sama dengan kasus pertama, yang dijual seharga Rp 2,6 miliar,” kata Devi.
Sebidang tanah dengan sertifikat palsu ini lalu dijual kepada saksi SF seharga Rp 850 juta.