Pada masa kesultanan, istana menjadi bangunan yang paling indah dan megah.
Luas halaman istana 500 meter persegi. Saat itu, seputar istana tumbuh pohon-pohon rindang dan taman bunga yang indah.
Bangunan istana diampit oleh dua pintu gerbang timur dan barat yang selalu dijaga pasukan pengawal kesultanan.
Konsepsi tata letak istana tidak jauh berbeda dengan istana lain di tanah air, yaitu istana menghadap ke barat.
Di depannya, ada tanah lapang atau alun-alun yang bernama Serasuba. Tanah lapang berbentuk segi empat (hampir mendekati bujur sangkar), satu sisi bersebelahan dengan masjid dan sisi lainnya bersebelahan dengan halaman istana.
Baca juga: Tari Mpa’a Sampari, Tarian Klasik Nusa Tenggara Barat
Bangunan istana, alun-alun, dan masjid merupakan satu kesatuan yang utuh.
Serasuba dimanfaatkan saat raja secara terbuka berhadapan rakyatnya, seperti upacara kesultanan maupun perayaan hari besar agama.
Serasuba juga dimanfaatkan untuk latihan pasukan kesultanan.
Pembangunan istana merupakan bangunan yang memberikan kesan monumental, yang dapat dipandang dari empat penjuru mata angin.
Selain itu, istana dibangun dengan memperhatikan konsep filosofi, dimana istana menyiratkan unsur pemerintah, agama, dan rakyat.
Benda-benda di Museum Asi Mbojo
Istana Kayu
Istana yang terletak di samping timur Istana Bima (sekarang Museum Asi Mbojo). Istana dinamakan Asi Bou karena didirikan setelah istana Bima pada 192.
Baca juga: Nusa Tenggara Barat, Surga Alam Indonesia
Masjid yang terletak di kampung Sigi atau selatan lapangan Serasuba. Masjid adalah bukti keemasan Kesultanan Bima pada masanya.
Serasuba