KOMPAS.com - Tradisi menyirih merupakan tradisi yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia.
Tradisi menyirih atau menguyah sirih merupakan tradisi mengunyah bahan-bahan nyirih.
Secara umum ada tiga bahan-bahan sebagai unsur utama dari bahan nyirih, yakni pinang, daun sirih, serta kapur sirih. Kapur sirih sering disebut juga injet.
Di setiap daerah, tradisi menyirih memiliki makna yang berbeda-beda, namun secara umum tradisi ini membawa nilai kebaikan.
Sudah lama dimaknai bahwa perpaduan sirih dan pinang menjadi simbol persetubuhan atau pernikahan. Buah pinang merepresentasikan unsur "panas" dan daun sirih merepresentasikan unsur "dingin".
Selain itu, tradisi menyirih juga memiliki manfaat kesehatan, terutama kesehatan mulut dan gigi.
Baca juga: Demi Main di Cinta Bete, Hana Malasan Harus Biasa Menyirih
Panjangnya usia tradisi menyirih atau nyirih masyarakat nusantara setidaknya terlihat dalam salah satu relief di Candi Borobudur (abad ke-8) dan Candi Sojiwan (abad ke-9).
Relief itu memperlihatkan tempat sirih dan tempat meludah (dubang) serta pahatan orang yang mengunyah disampingnya.
Para arkeolog menafsirkan sebagai tengah mengunyah sirih.
Saat ini, masyarakat kebanyakan sudah meninggalkan tradisi menyirih. Jika masih dijumpai seperangkat alat menyirih dalam wadah khusus dipajang sebagai perlengkapan pernikahan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.