Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Sekolah, Anak Buruh Migran di Malaysia Rela Daki Bukit hingga Dikejar Beruang

Kompas.com - 10/02/2022, 16:48 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS.com – Anak anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia selalu menyajikan kisah menarik dan terkesan miris, terutama tentang cara mereka menahan dinginnya waktu Subuh, menempuh jarak berkilometer demi bersekolah.

Salah satu anak PMI tersebut adalah Yoseph Sius Rewo (17).

Bocah dari Ende Nusa Tenggara Timur (NTT) ini tinggal di Ladang Bagahak 1 Sabah Malaysia dan bersekolah di Community Learning Centre (CLC) Permai.

Baca juga: 161 Pelajar Anak Buruh Migran di Malaysia Dipulangkan ke Indonesia, Karantina 14 Hari Sebelum Lanjut Sekolah

Tantangan jarak dan kondisi jalanan yang masih dipenuhi bebatuan tidak pernah menyurutkan semangatnya untuk bersekolah.

"Meski orangtua kurang berpendidikan, anaknya selalu ditekankan untuk terus sekolah. Nasehat itu keluar saat peluh membasahi badan di sela waktu istirahatnya. Itu menjadi motivasi dan semangat kami untuk terus sekolah apa pun kondisinya," ujar Yoseph, Kamis (10/2/2022).

Yoseph selalu bangun di pagi buta, menaiki sepeda motornya untuk menempuh jalanan yang lumayan sulit.

Tak hanya sekali sepeda motornya rusak di tengah jalan, ular kobra dan sanca menjadi pemandangan umum yang biasa dilihat ketika berangkat sekolah.

"Sering terlambat masuk sekolah karena motor rusak. Jalanan baru dibuka dan banyak sekali batu batu. Kalau rusak, saya tinggal di pinggir jalan, lanjut jalan kaki ke sekolah. Biasa kalau naik motor sampainya sekitar satu setengah jam ke sekolah," lanjutnya.

Baca juga: 2 Warga Cilacap Jadi Korban Kapal Buruh Migran yang Karam di Malaysia

Guru guru di CLC tempatnya belajar juga tidak pernah menanyakan alasan ia terlambat. Semua tahu sulitnya medan dan tantangan yang harus dilalui.

Asal ia bisa masuk sekolah, guru-guru akan dengan senang hati memberinya pengajaran.

Daki bukit terjal dan dikejar binatang buas

Di perkampungan Bagahak, Yoseph dan orangtuanya tinggal, tidak ada sinyal internet.

Mereka hanya memiliki televisi sebagai hiburan, sementara Yoseph yang tidak terlalu suka menonton, lebih memilih bermain video game offline di ponsel.

"Banyak rumah di Bagahak, tapi jaraknya berjauhan. Makanya kita jarang bermain dengan teman, jadi lebih memilih main hp offline kalau sudah mengulang pelajaran," tuturnya.

Baca juga: Cafe Deaf Nunukan, Panggung Setara untuk Kaum Disabilitas di Perbatasan RI–Malaysia

Kendala sinyal, menjadi tantangan lain bagi Yoseph, apalagi saat kebijakan sekolah daring.

Ia yang tinggal di areal milik perusahaan, pagi-pagi harus menanak nasi, menyiapkan bekal untuk mendaki bukit terjal yang dinamakan warga setempat Bukit Kijang.

Jarak antara rumah Yoseph dan Bukit Kijang sekitar 1,5 jam. Ia akan berangkat mengendarai sepeda motor, memarkirkannya di bawah bukit, lalu mendaki dengan membawa ransum bersama teman temannya.

"Kita membangun gubuk diatas bukit. Kita tebang pohon, atap dan dindingnya daun kelapa. Lumayan besar gubuknya, bisa menampung sepuluh orang. Di sana kita selalu belajar daring," katanya.

Sinyal di atas bukit Kijang cukup stabil, hanya saja, ancaman binatang buas menjadi perhatian tersendiri.

"Seringkali beruang datang, kami langsung kabur turun bukit. Nanti bergantian memantau beruangnya sudah pergi atau belum, baru kita kembali mendaki, lanjut belajar daring," lanjut Yoseph.

Baca juga: Program Minyak Goreng Satu Harga Belum Jangkau Perbatasan RI–Malaysia

Selain Beruang, gajah juga sering melintas lokasi tersebut. Yoseph dan teman temannya akan lari sejauh jauhnya sampai kawanan gajah pergi meninggalkan lokasi belajar mereka.

"Di gubuk itu sinyal paling bagus. Di puncak bukit memang, jadi kalau Beruang atau Gajah datang, ya menghindar saja. Ketimbang mencari lokasi lain yang belum tentu sinyalnya stabil," katanya.

Yoseph menjadi salah satu pelajar SMP yang menerima beasiswa repatriasi yang dikirim melalui Pelabuhan Tunon Taka Nunukan, Rabu (9/2/2022).

Ia akan melanjutkan sekolah di SMA Santo Gabriel Nunukan Kaltara. Yoseph sudah berjanji akan bersungguh sungguh menempuh pendidikan dan tidak mau mengecewakan orang tuanya.

"Saya ingin jadi Polisi. Orangtua saya berkeinginan seperti itu, dan kebetulan saya suka dengan Polisi sejak kecil," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ngrembel Asri di Semarang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Ngrembel Asri di Semarang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
Gunung Ruang Kembali Meletus, Tinggi Kolom Abu 400 Meter, Status Masih Awas

Gunung Ruang Kembali Meletus, Tinggi Kolom Abu 400 Meter, Status Masih Awas

Regional
Lansia Terseret Banjir Bandang, Jasad Tersangkut di Rumpun Bambu

Lansia Terseret Banjir Bandang, Jasad Tersangkut di Rumpun Bambu

Regional
Polda Jateng: 506 Kasus Kecelakaan dan 23 Orang Meninggal Selama Mudik Lebaran 2024

Polda Jateng: 506 Kasus Kecelakaan dan 23 Orang Meninggal Selama Mudik Lebaran 2024

Regional
Disebut Masuk Bursa Pilgub Jateng, Sudirman Said: Cukup Sekali Saja

Disebut Masuk Bursa Pilgub Jateng, Sudirman Said: Cukup Sekali Saja

Regional
Bupati dan Wali Kota Diminta Buat Rekening Kas Daerah di Bank Banten

Bupati dan Wali Kota Diminta Buat Rekening Kas Daerah di Bank Banten

Regional
Pengusaha Katering Jadi Korban Order Fiktif Sahur Bersama di Masjid Sheikh Zayed Solo, Kerugian Rp 960 Juta

Pengusaha Katering Jadi Korban Order Fiktif Sahur Bersama di Masjid Sheikh Zayed Solo, Kerugian Rp 960 Juta

Regional
45 Anggota DPRD Babel Terpilih Dilantik 24 September, Ini Fasilitasnya

45 Anggota DPRD Babel Terpilih Dilantik 24 September, Ini Fasilitasnya

Regional
Golkar Ende Usung Tiga Nama pada Pilkada 2024, Satu Dosen

Golkar Ende Usung Tiga Nama pada Pilkada 2024, Satu Dosen

Regional
Pascabanjir, Harga Gabah di Demak Anjlok Jadi Rp 4.700 per Kilogram, Petani Tidak Diuntungkan

Pascabanjir, Harga Gabah di Demak Anjlok Jadi Rp 4.700 per Kilogram, Petani Tidak Diuntungkan

Regional
Terjebak di Dalam Mobil Terbakar, ASN di Lubuklinggau Selamat Usai Pecahkan Kaca

Terjebak di Dalam Mobil Terbakar, ASN di Lubuklinggau Selamat Usai Pecahkan Kaca

Regional
Pemkab Solok Selatan Gelar Lomba Kupas Buah Durian

Pemkab Solok Selatan Gelar Lomba Kupas Buah Durian

Regional
Polisi Gerebek Pabrik Mi Lubuklinggau yang Gunakan Formalin dan Boraks

Polisi Gerebek Pabrik Mi Lubuklinggau yang Gunakan Formalin dan Boraks

Regional
Korban Banjir Bandang di Lebong Sampaikan Keluhan di Depan Bupati

Korban Banjir Bandang di Lebong Sampaikan Keluhan di Depan Bupati

Regional
3 Bulan Tidak Ditahan, 2 Tersangka Penambangan Ilegal di Lahan Transmigrasi Nunukan Segera Dieksekusi

3 Bulan Tidak Ditahan, 2 Tersangka Penambangan Ilegal di Lahan Transmigrasi Nunukan Segera Dieksekusi

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com