KUPANG, KOMPAS.com - Mahasiswa yang tergabung dalam Forum Advokasi Mahasiswa Manggarai Barat (FADMMAB) Kupang, melakukan aksi unjuk rasa menolak proyek ekstraksi panas bumi (Geotermal) di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, di depan kantor DPRD NTT, Rabu (9/2/2022).
Koordinator Lapangan FADMMAB Weli Waldus, menyebut aksi mereka sebagai bentuk dukungan kepada masyarakat Desa Wae Sano yang menolak proyek itu.
Waldus menuturkan, alasan warga dan mahasiswa menolak karena secara keseluruhan proyek Geotermal dinilai membahayakan keutuhan ruang hidup masyarakat Desa Wae Sano.
Baca juga: Penolakan Proyek Geotermal Berujung Ricuh di Kantor Bupati Manggarai Barat
"Setelah mendapat penolakan dari warga Kampung Nunang karena salah satu titik sumur pengeboran berada dalam ruang hidup mereka (Well Pads B), maka PT Geo Dipa Energi selaku pihak penyelenggara proyek menggeser lokasi pengeboran ke Kampung Lempe (Well Pads A)," ujar Waldus kepada Kompas.com, Kamis (10/2/2022).
Selaku pihak penyelenggara proyek, lanjut dia, PT Geo Dipa Energi bersama dengan pemerintah Kabupaten Manggarai Barat berusaha meyakinkan masyarakat terdampak dengan menjelaskan titik pengeboran di Well pads A jauh dari permukiman warga Lempe.
Berdasarkan data berupa peta Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Wae Sano, ada lima sumur pengeboran yang tersebar di tiga kampung yakni Nunang, Lempe, dan Dasak.
Waldus menyebut, di kampung Nunang, lokasi pengeboran berjarak 15 meter dari rumah warga dan 30 meter dari rumah adat (Compang).
Kemudian, Kampung Lempe, titik pengeboran berjarak 10-300 meter dari rumah warga dan 20 meter dari sumber mata air.
Selanjutnya, Kampung Dasak, lokasi pengeboran berjarak 5-50 meter dari rumah warga.
Sedangkan, hasil penelitian yang dilakukan, berdasarkan potensinya, area panas bumi dibagi dalam dua bagian yakni optimal dan cukup optimal.
Luas cakupan untuk daerah optimal adalah 340,446 hektar (3,4 kilometer persegi) dan daerah cukup optimal adalah 1.568,234 hektar (15,68 kilometer persegi).
Berdasarkan data ini, kata Waldus, dapat disimpulkan apabila proyek ini direalisasikan, ruang hidup warga terkena dampak yang sangat signifikan karena berada dalam cakupan WKP beserta dampaknya.
"Sumur-sumur panas bumi ini akan menghancurkan semua tatanan sosial, ekonomi, dan spiritual yang mereka jalani turun temurun," tegasnya.
Waldus mengatakan, masyarakat Desa Wae Sano percaya, hidup mereka, baik sebagai individu maupun masyarakat, merupakan satu kesatuan yang utuh antara Golo Lonto, Mbaru Kaeng, Natas Labar (Perkampungan adat), Ima Duat (Lahan pertanian/perkebunan), Wae Teku (Sumber mata air), Compang Takung, Lepah Boa (tempat-tempat adat), Puar (Hutan) dan Sano (Danau).
Atas dasar itu, kata Waldus, mahasiswa meminta Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan PT Geo Dipa Energi selaku pihak pengelola proyek geotermal agar segera menghentikan segala aktivitas di Desa Wae Sano.
Baca juga: Kecelakaan Kapal di Manggarai Barat, 2 Korban Tewas, 4 Selamat
Pihaknya juga mendesak DPRD Kabupaten Manggarai Barat agar menjalankan fungsi pengawasan atau check and balance terhadap upaya menghadirkan proyek geotermal itu.
"Kami juga mendesak DPRD Kabupaten Manggarai Barat agar lebih mengutamakan profesionalitas kerja, sehingga tidak terpengaruh dengan kepentingan apapun," kata dia.
Mahasiswa juga mengecam Pemda Manggarai Barat, Keuskupan Ruteng, dan PT Geo Dipa Energi agar menghentikan upaya mengelabui substansi penolakan masyarakat.
Selain itu, mahasiswa pun mendesak DPRD Provinsi NTT agar mengambil peran lebih aktif dalam penyerapan aspirasi penolakan masyarakat sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat.
Baca juga: Seorang Warga di Kupang NTT Positif Covid-19 Varian Omicron
Mereka meminta DPRD Provinsi NTT mengajukan surat kepada Presiden Joko Widodo dan Bank Dunia terkait aspirasi penolakan masyarakat Desa Wae Sano terhadap proyek pembangunan geotermal.
"Kami mendesak Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan juga Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk berpihak kepada masyarakat setempat yang menolak proyek geothermal itu sebagai bentuk tugas pelayanan," kata Waldus.
Menurut Waldus, mahasiswa juga menuntut dan mendesak pemerintah pusat untuk menghargai pemberian jaminan kebebasan dari masyarakat setempat sesuai dengan amanat konstitusi.
Desakan juga ditujukan kepada Bank Dunia selaku penyandang dana proyek agar turun langsung ke Desa Wae Sano, sehingga suara penolakan masyarakat bisa didengar dan jangan mencairkan anggaran biaya terhadap proyek geotermal itu.
Baca juga: Tambang Pasir Laut Tanpa Izin, 4 Warga Kupang Ditangkap Polisi
Mahasiswa pun mengajak seluruh elemen masyarakat Manggarai Barat, untuk lebih peduli dengan masyarakat Desa Wae Sano.
"Kemarin kami gelar aksi demo, tapi tidak bertemu dengan anggota DPRD NTT. Kami hanya diterima oleh Sekretaris Dewan Provinsi NTT. Semua anggota DPRD katanya sedang ada kegiatan di luar," imbuhnya.
Pihaknya, kata Waldus, saat ini masih menunggu konfirmasi dari pihak DPRD NTT.