Pihaknya juga mendesak DPRD Kabupaten Manggarai Barat agar menjalankan fungsi pengawasan atau check and balance terhadap upaya menghadirkan proyek geotermal itu.
"Kami juga mendesak DPRD Kabupaten Manggarai Barat agar lebih mengutamakan profesionalitas kerja, sehingga tidak terpengaruh dengan kepentingan apapun," kata dia.
Mahasiswa juga mengecam Pemda Manggarai Barat, Keuskupan Ruteng, dan PT Geo Dipa Energi agar menghentikan upaya mengelabui substansi penolakan masyarakat.
Selain itu, mahasiswa pun mendesak DPRD Provinsi NTT agar mengambil peran lebih aktif dalam penyerapan aspirasi penolakan masyarakat sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat.
Baca juga: Seorang Warga di Kupang NTT Positif Covid-19 Varian Omicron
Mereka meminta DPRD Provinsi NTT mengajukan surat kepada Presiden Joko Widodo dan Bank Dunia terkait aspirasi penolakan masyarakat Desa Wae Sano terhadap proyek pembangunan geotermal.
"Kami mendesak Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan juga Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk berpihak kepada masyarakat setempat yang menolak proyek geothermal itu sebagai bentuk tugas pelayanan," kata Waldus.
Menurut Waldus, mahasiswa juga menuntut dan mendesak pemerintah pusat untuk menghargai pemberian jaminan kebebasan dari masyarakat setempat sesuai dengan amanat konstitusi.
Desakan juga ditujukan kepada Bank Dunia selaku penyandang dana proyek agar turun langsung ke Desa Wae Sano, sehingga suara penolakan masyarakat bisa didengar dan jangan mencairkan anggaran biaya terhadap proyek geotermal itu.
Baca juga: Tambang Pasir Laut Tanpa Izin, 4 Warga Kupang Ditangkap Polisi
Mahasiswa pun mengajak seluruh elemen masyarakat Manggarai Barat, untuk lebih peduli dengan masyarakat Desa Wae Sano.
"Kemarin kami gelar aksi demo, tapi tidak bertemu dengan anggota DPRD NTT. Kami hanya diterima oleh Sekretaris Dewan Provinsi NTT. Semua anggota DPRD katanya sedang ada kegiatan di luar," imbuhnya.
Pihaknya, kata Waldus, saat ini masih menunggu konfirmasi dari pihak DPRD NTT.