JAYAPURA, KOMPAS.com - Selama satu minggu terakhir, cuplikan film "Si Tikam Noken" yang dibuat oleh Polda Papua menuai kontroversi di media sosial.
Beberapa orang menilai, ada unsur rasis di dalam film tersebut.
Hal ini dikarenakan, dalam cuplikan yang beredar, salah satu karakter kepala kepolisian menyebut ada suku yang harus didekati karena mereka nasih primitif dan radikal.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Sulteng, Sultra, Maluku, Malut, Papua, dan Papua Barat 9 Februari 2022
Setelah dilakukan pemutaran perdana di Studio XXI Jayapura, beberapa tokoh masyarakat yang hadir pun memberikan pendapatnya mengenai film tersebut.
Ketua Pansus Afirmasi Majelis Rakyat Papua (MRP) Edison Tanati memandang film yang bergenre aksi tersebut merupakan wujud nyata dari kondisi di tengah masyarakat Papua.
Dalam film tersebut, ditampilkan beberapa aksi perkelahian yang dipicu oleh masalah adat yang kemudian melibatkan kepolisian.
"Saya setuju film Si Tikam Noken diputar diseluruh bioskop Indonesia karena ini relita kehidupan di Papua," ujarnya di Jayapura, Rabu (9/2/2022) malam.
Baca juga: Sinopsis Si Tikam Polisi Noken, Film Produksi Polda Papua, Angkat Isu Perang Suku
Selain itu ia juga menilai, film tersebut mampu mengangkat bakat seni dari kaum muda Papua karena hampir seluruh pemerannya diisi oleh putra asli daerah.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Papua KH Syaiful Islam Al Payage membantah pesan rasis dalam film itu.
Menurut dia, yang mengatakan film tersebut rasis karena mereka belum menonton film tersebut secara utuh dan hanya sebuah ungkapan di sebuah film.
"Memang saya dengar ada kata-kata radikal dan primitif, menurut saya itu suatu inovasi dalam perfilman dan menurut saya itu tidak masalah karena kata radikal dan primitif itu multitafsir," kata dia.
Baca juga: Kapolri Tetapkan 4 Polres Baru di Polda Papua Barat, Ini Rinciannya...
Sementara tokoh masyarakat Pegunungan Papua Paskalis Kossay melihat film Si Tikam Noken banyak memberikan pesan moral dari beberapa realita keadaan yang benar-benar terjadi di Papua.
"Film ini banyak menyampaikan pesan moral yang muatannya nilai pembangunan dan membawa pesan bagus bagi kita semua yakni kondisi realita kehidupan sosial masyarakat Papua seperti ini," katanya.
"Sehingga melalui peran di film ini akan memberikan muatan positif untuk masyarakat semua bisa berpikir apakah kita terus dalam keadaan seperti ini atau berubah," lanjut Paskalis.
Baca juga: Warga Kampung Waa Banti di Papua Bisa Kembali Menikmati Air Bersih dan Listrik
Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakiri sebagai penanggung jawab dari film Si Tikam Noken mengaku ia memperhatikan dengan seksama kontroversi yang muncul di media sosial terkait cuplikan film tersebut.
Ia menegaskan akan menampung semua kritik dan saran yang nantinya akan menjadi masukan bagi dirinya untuk memutuskan apakah film tersebut akan diputar secara luas atau tidak.
"Kami nanti akan minta saran dan masukan dari semua pihak untuk bahan kami putuskan film ini layak tidak untuk tayang di delapan kota besar di Indonesia," kata Fakiri.
Baca juga: Sejarah Kota Jayapura, Ibu Kota Papua, Kota yang Pernah Bernama Hollandia
Film Si Tikam Noken mengisahkan perjuangan hidup seorang anak yang bernama Tikam.
Sejak kecil ia harus menjadi yatim piatu karena kedua orangtuanya terbunuh saat terjadi perang suku.
Sempat hidup di jalanan, Tikam kemudian bertemu dengan seorang anggota TNI yang kemudian menjadikan Tikam sebagai anak angkatnya meski mereka berbeda agama.
Namun ayah angkat Tikam kemudian gugur ketika menjalankan tugas di pedalamanan Papua.
Pada akhirnya Tikam hanya hidup berdua dengan ibu angkatnya dan saat lulus SMA ia memutuskan untuk pergi ke kota dan mendaftar menjadi anggota polisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.