KOMPAS.com - Seorang ibu dan anaknyavkorban perdagangan orang dan kerja paksa di Malaysia, menceritakan apa yang mereka alami, mulai dari dijanjikan kerja dengan upah besar oleh perekrut sampai tak digaji.
Lasri dan anaknya Nur Kholifah adalah warga Desa Bogorejo, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Mereka dibantu oleh seorang pekerja migran lain untuk keluar dari rumah majikan dan ditampung di KBRI, Malaysia.
Mereka bekerja di Malaysia sejak November 2019 dan mengatakan belum digaji saat disuruh keluar tanpa diberi upah.
"(Yang dijanjikan saya kerja) membantu di rumah, ngasuh anak. Bukan kerja di kilang (pabrik suku cadang kendaraan milik majikan). Tapi di sini kerja 24 jam dari pagi sampai tengah malam...tidak hanya di rumah, tapi juga di kilang," cerita Lasri.
Baca juga: Cerita TKW Neti, Hilang di Malaysia Sejak 2001, Ternyata Jadi Pembantu Tanpa Gaji Selama 8 Tahun
"Anak yang sakit (usia 21 tahun dan lumpuh dan harus dijaga) tidak tidur kalau malam. Tapi begitu di kilang pagi hari, kami ngantuk dan kena marah. Tidak pernah berhenti. Disuruh lap meja. Baru mau makan, dipanggil lagi, kalau enggak buru-buru, dimarahi," cerita Lasri.
Semnetara itu anak perempuannya, Nur Kholifah mengatakan berat badannya turun sekitar 17 kilogram karena kondisi yang mereka alami selama bekerja di Malaysia.
Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono, mengatakan apa yang dialami ibu dan anak ini hanya puncak gunung dari kasus kerja paksa yang banyak menimpa pekerja migran Indonesia di sektor rumah tangga.
"Gaji tak dibayar, ada yang sekitar setahun, ada yang 12 tahun, delapan tahun, sembilan tahun, ini sangat biasa. Majikan dengan sengaja tak memberi gaji ini sebetulnya salah satu bentuk forced labour (kerja paksa)," kata dia.
Baca juga: 2 Perempuan Ditangkap Saat Akan Berangkatkan TKW Ilegal ke Malaysia
"Orang tak bisa lari karena gaji ditahan. Ini sangat sangat biasa. Mungkin cukup masif kasus seperti ini. Apa yang bisa kita ungkap baru sebagian kecil, puncak gunung es. Banyak orang yang ingin minta pertolongan tapi tak mampu, mereka tak boleh pegang HP, tak boleh keluar rumah. Jadi kasus forced labour, di sektor rumah tangga, cukup masif," kata Hermono kepada BBC News Indonesia.
Hermono juga mengatakan kerja paksa ini dilakukan oleh mereka di semua tingkatan masyarakat, dari orang biasa sampai pejabat.
Juli tahun lalu, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan kejahatan utama Malaysia dalam perdagangan manusia adalah kerja paksa.
AS menurunkan tingkat Malaysia ke Tier-3, tingkatan terendah dalam laporan tahunan tindak pidana perdagangan orang.
Laporan itu menyebutkan, Malaysia terus melakukan kejahatan perdagangan manusia dan penyelundupan migran, dan tidak menangani atau menyelesaikan tuduhan yang kredibel tentang perdagangan tenaga kerja.
Baca juga: TKW asal Indonesia Ini Dapat Warisan Miliaran Rupiah dari Aktor Taiwan, Bagaimana Ceritanya?
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.