KOMPAS.com - Perjanjian Roem Royen merupakan bagian dari berbagai usaha diplomatik dalam mengatasi konflik antara Indonesia dengan Belanda.
Tujuan perjanjian Roem Royen tak lain adalah untuk kembali meredakan situasi di Indonesia yang memanas akibat Agresi Militer Belanda II.
Baca juga: Perjanjian Renville: Isi, Tokoh, Latar Belakang, dan Dampaknya bagi Kedaulatan Indonesia
Perjanjian Roem Royen terjadi setelah perjanjian Linggarjati tahun 1946, perundingan Renville tahun 1947, dan sebelum berlangsungnya Konferensi Meja Bundar tahun (KMB) 1949.
Perjanjian ini terjadi setelah berlangsungnya Agresi Militer Belanda II yang membuat dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi, Sumatera Barat di bawah komando Syafruddin Prawiranegara.
Baca juga: Isi Perjanjian Giyanti hingga Dampaknya Memecah Kerajaan Mataram Islam Menjadi 2
Sulaiman Hasan dalam buku Karena Kemerdekaan Harus Dipertahankan, Sejarah Indonesia Paket C Setara SMA/MA Modul Tema 10(2018) menjelaskan bahwa Belanda menghentikan agresi militernya karena pergerakan rakyat dan tekanan dunia internasional.
Pada akhirnya Belanda menerima perintah Dewan Keamanan PBB dan membuka peluang untuk berunding.
Baca juga: Siapa KKB Papua dan Apa Tujuannya?
Nama perjanjian ini diambil dari nama tokoh perjanjian Roem Royen yang terlibat yaitu Mr. Muhammad Roem dari Indonesia dan Dr. JH. Van Royen.dari Belanda.
PBB juga membentuk UNCI (United Nations Comission for Indonesia) sebagai penengah dan mengirim utusan bernama Merle Cochran.
Perundingan Roem Royen diadakan di Hotel Des Indes Jakarta dimulai sejak 17 April 1949. Setelah proses yang panjang, perjanjian Roem Royen ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949.
Dalam perundingan yang berlarut-larut tersebut, kedua belah pihak akhirnya menyepakati beberapa hal.
Pihak Indonesia melalui Mr. Roem menyatakan:
1. Mengeluarkan perintah kepada pengikut-pengikut Republik yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya.
2. Bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan; dan turut serta pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat.
Kemudian Belanda melalui Dr.Royen menyatakan:
1. Menyetujui kembalinya Pemerintah RI ke Yogyakarta.
2. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik.
3. Tidak akan mendirikan atau mengakui Negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai RI sebelum 19 Desember 1949, dan tidak akan meluaskan Negara atau daerah dengan merugikan Republik.
4. Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat
5. Berusaha dengan sesungguh-sungguhnya supaya KMB segera diadakan sesudah Pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.
Perjanjian ini mengubah situasi Indonesia yang sempat memanas dengan ditariknya kembali pasukan Belanda dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949.
Hal ini juga diikuti dengan pembebasan para pemimpin Indonesia yang ditawan Belanda pada 6 Juli 1949.
Lebih lanjut, kedua pihak mempersiapkan Konferensi Meja Bundar yang akan dilaksanakan kemudian.
Sumber:
ditsmp.kemdikbud.go.id
emodul.kemdikbud.go.id
kemendagri.go.id
munasprok.go.id