KUPANG, KOMPAS.com - Bangunan kantor Desa Toi, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT) terlihat berbeda dengan desa-desa yang ada di wilayah itu.
Desa di pedalaman Pulau Timor yang berjarak 167 kilometer dari arah timur Kota Kupang itu terlihat lebih megah dibandingkan desa lainnya di Kabupaten TTS.
Menariknya, dana untuk membangun kantor desa ternyata hasil swadaya dari semua masyarakat setempat, tanpa menyentuh dana desa.
Ide dan desain bangunan desa itu tak lepas dari sosok sang kepala desa, Jidro Hendrik Nikodemus Lakapu.
Baca juga: Pulang dari Australia, 2 Saksi Kunci Kasus Tumpahan Minyak Montara Asal NTT Meninggal Dunia
Menurut Jidro, pembangunan kantor desa itu tanpa desain perencanaan oleh seorang arsitek. Warga setempatlah yang bergotong royong membangun.
Kantor desa yang sementara dalam tahap penyelesaian itu sejatinya sudah direncanakan sejak 2019.
Namun, pengerjaannya baru dimulai 10 Januari 2021, karena panitia pembangunan banyak yang pergi merantau mencari kehidupan yang layak di daerah lain.
"Memang dalam perencanaan kantor desa ini harus dibangun dua lantai. Namun dalam perjalanan karena pengerjaan secara gotong royong oleh masyarakat sesuai keahlian masing-masing dan tanpa gambar, makanya hanya satu lantai," ujar Jidro kepada Kompas.com, Senin (31/1/2022).
Jidro membantah kantor desa itu memiliki tiga lantai seperti informasi yang beredar di media sosial.
Baca juga: Siswi SMP Jatuh ke Bawah Jembatan Liliba Kupang Ditinggal Ibu, Hendak ke Makam Nenek
Ia mengatakan, kantor desa tersebut hanya memiliki satu lantai namun dibuat bertingkat sehingga menyerupai gedung berlantai tiga.
Kantor desa ini memiliki luas 8x18 meter dan balai pelatihan berukuran 11,5x21,5 meter pada luas lahan 100x60 meter persegi.
Sementara tinggi bangunannya mencapai 6 meter.
"Kantornya dibangun trap sehingga kelihatan lain. Selain itu dibangun juga dengan tempat untuk foto-foto, seperti taman yang dihiasi lampu warna warni, juga tangga yang dibaluti lampu sehingga kelihatan lain," ujar dia.
Jidro mengungkapkan, pembangunan itu menggunakan dana talangan dari masyarakat.
Per kepala keluarga menanggung beban sebesar Rp 250.000 yang bisa dicicil dari dana bantuan pemerintah kabupaten maupun pusat.