KOMPAS.com - Kapten Pierre Tendean adalah salah satu Pahlawan Revolusi yang gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September/PKI (G30S/PKI) pada tahun 1965.
Saat itu Kapten Pierre Tendean baru berusia 26 tahun dan menjabat sebagai ajudan Jenderal AH Nasution yang saat itu merupakan Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan sekaligus Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
Baca juga: Pierre Tendean Sang Ajudan, Setia sampai Mati Lindungi Jenderal AH Nasution
Namun peristiwa naas dini hari tersebut membuatnya menjadi korban keganasan pasukan Cakrabirawa.
Baca juga: Pierre Tendean, Ajudan Termuda Jenderal AH Nasution
Masykuri dalam buku Pierre Tendean (1983) menggambarkan sosok pahlawan berparas tampan ini.
Kapten Pierre Tendean dilahirkan di rumah sakit CBZ (R.S. Cipto Mangunkusumo) Jakarta, pada tanggal 21 Februari 1939.
Baca juga: Museum Dharma Bhakti Kostrad, Museum Sejarah Penumpasan G30S PKI
Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara sekaligus putera laki-laki satu-satunya dari keluarga Dr. A.L. Tendean, seorang dokter jiwa asal Minahasa.
Sang ibu berdarah Belanda-Perancis yang memberinya nama lengkap Pierre Andries Tendean.
Sementara kakak Pierre Tendean bernama Mitze Farre dan adiknya bernama Rooswidiati.
Semasa kecil hidupnya berpindah-pindah mengikuti pekerjaan sang ayah.
Pada masa perang gerilya, keluarga mereka membantu para pemuda dengan memberi obat-obatan secara sembunyi-sembunyi.
Ia bersekolah dengan baik dan bercita-cita menjadi seorang perwira militer dengan memasuki Akademi Militer Nasional (AMN).
Keinginannya sempat ditolak keluarga yang menginginkan putra mereka untuk meneruskan jejak sang ayah, terlebih Pierre Tendean adalah putra satu-satunya.
Namun pada akhirnya ia berhasil diterima di Akademi Militer Nasional dan mengambil jurusan teknik.
Wajahnya yang tampan membuatnya dijuluki Robert Wagner dari Bumi Panorama, serta dipanggil "patona" oleh para seniornya di akademi.
Pada tahun 1962, Pierre Tendean lulus dengan nilai yang sangat memuaskan dan dimulailah karirnya di dunia militer.