KOMPAS.com - Kisah Hardjanto Tutik, warga Padang, Sumatera Barat menjadi perhatian publik
Ia menggugat Presiden Jokowi dan menuntut pemerintah membayarkan obligasi yang ia beli tahun 1950.
Kala itu, Hardjanto yang merupakan seorang penguasaha memberikan pinjaman Rp 80.300 kepada pemerintah.
Setelah 72 tahun, jika diuangkan maka utang yang harus dibayar negara mencapai Rp 60 miliar.
Baca juga: Cerita 2 Pembeli Obligasi Pemerintah pada 1950, Nyak Sandang dan Penggugat Presiden
Namun surat obligasi tersebut tak bisa diuangkan karena dianggap sudah kadaluarsa.
Tak hanya Hardjanto Tutik. Pada tahun 2018, kisah Nyak Nyandang salah satu pembeli obligasi juga menjadi perhatian publik.
Nyak Sandang yang saat itu berusia 91 tahun bertemu dengan Presiden Jokowi pada Rabu (21/3/2018).
Kepada Jokowi, Nyak Nyandang menunjukkan surat obligasi Pemerintah Indonesia yang ia beli tahun 1950.
Baca juga: Berita Populer: Novanto Tuding Puan dan Pramono Terima Uang E-KTP serta Kisah Nyak Sandang
Saat itu Sang Presiden sedang mencari dana untuk pembelian pesawat pertama pasca-kemerdekaan RI.
Nyak Sandang yang kala itu berusia 23 tahun berinisiatif menjual sepetak tanah dan emas Rp 10 gram. Dari penjualan tanah dan emas, ia mendapatkan uang Rp 100.
Baca juga: Bahagianya Nyak Sandang, Penyumbang Pembelian Pesawat Pertama RI, Saat Bertemu Presiden...
Nyak Sandang muda pun menyerahkan uang Rp 100 itu kepada negara.
Dari masyarakat Aceh, Soekarno menerima sumbangan sebesar SGD 120.000 dan sekitar 20 kilogram emas murni.
Dengan uang tersebut, Soekarno membeli dua pesawat yang masing-masing ia beri nama Seulawah R-001 dan Seulawah R-002.
Dua pesawat tersebut menjadi cikal bakal maskapai penerbangan Garuda Indonesia.
Baca juga: Usai Bertemu Presiden, Nyak Sandang Bertemu Ketua DPR