KOMPAS.com-Cerita Hardjanto Tutik, warga Padang, Sumatera Barat, yang menggugat Presiden Joko Widodo menarik perhatian publik.
Hardjanto menuntut agar pemerintah membayarkan obligasi yang dibelinya pada 1950.
Kuasa hukum Hardjanto, Amiziduhu Mendrof, menjelaskan, peminjaman tersebut berawal saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Darurat RI Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pinjaman Darurat.
Regulasi itu ditetapkan di Jakarta tanggal 18 Maret 1950 dan ditandatangani oleh Presiden Soekarno.
Baca juga: Warga Padang Gugat Presiden Jokowi, Kuasa Hukum: Alasan Utang Tahun 1950 Kedaluwarsa Tidak Sah
Pasal 1 di UU tersebut menjelaskan Menteri Keuangan diberi kuasa selama1950 untuk mengambil tindakan.
Termasuk di antara mengadakan pinjaman bagi negara turut serta dalam pinjaman mengeluarkan peraturan-peraturan tentang peredaran uang.
Disebutkan juga surat pinjaman berbunga 3 per 100 dalam satu tahun yang dibayar dengan kupon tahunan setiap tanggal 1 September.
Kupon tersebut dapat ditunaikan di semua kantor De Javasche Bank di Indonesia dan beberapa lokasi lainnya.
Pada 1950, Hardjanto yang merupakan seorang pengusaha memberikan pinjaman Rp 80.300 kepada pemerintah.
Bukti penerimaan uang pinjaman tersebut ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara selaku Menteri Keuangan tahun 1950.
Baca juga: Mediasi Gagal, Warga Padang Berharap Hakim Meminta Jokowi Bayar Utang Rp 60 Miliar
Bunga yang diberikan kala itu adalah 3 persen per tahun.
Pada bukti surat pinjaman, ada tiga lembar yang diterima oleh Hardjanto, yakni dengan nomor X 7155505 X 715514 dengan jumlah pinjaman sebesar Rp 30.000 serta fotokopi.
Nilai satu lembar adalah sebesar Rp 10.000.