KOMPAS.com - Kotak kosong menjadi salah satu fenomena yang muncul dalam ajang pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Keberadaan kotak kosong seringkali dianggap sebagai keuntungan bagi pasangan calon tunggal yang mengikuti Pilkada, padahal tidak selalu demikian.
Baca juga: Sejarah Pilkada dari 2015 hingga 2019
Lantas apakah sebenarnya kotak kosong dan apakah sah jika pemilu dilaksanakan hanya dengan satu peserta?
Baca juga: Hanya Menjabat 3 Tahun Saat Pilkada 2024, Ini Kata Bupati dan Wabup Kendal
Berikut adalah penjelasan terkait arti, aturan, penentuan pemenang, serta contoh kasus kotak kosong dalam pelaksanaan Pilkada.
Baca juga: PSU Pilkada Yalimo Diklaim Aman, 1.500 Anggota Brimob Dikerahkan
Kotak kosong bukan berarti kotak suara yang kosong, melainkan munculnya calon tunggal yang tidak memiliki saingan sehingga dalam surat suara posisi lawan dinyatakan dalam bentuk kotak kosong.
Adanya calon tunggal tidak lantas membuat calon tunggal tersebut serta merta secara aklamasi diangkat menjadi kepala daerah.
Maka dalam sistem Pilkada dikenal adanya pemilu antara pasangan calon tunggal yang akan melawan kotak kosong.
Melansir pemberitaan Kompas.com (17/12/2020), Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, fenomena calon tunggal pada Pilkada 2020 merupakan sebuah anomali demokrasi.
Hal ini karena menurutnya fenomena calon tunggal saat pemilu di beberapa negara biasanya terjadi di daerah dengan jumlah pemilih yang sedikit.
Namun, hal sebaliknya justru terjadi di Indonesia yang memiliki jumlah pemilih yang besar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.