SAMARINDA, KOMPAS.com - Sepasang suami istri paru baya, FE Lebiq (76) dan istri Sisilia Ramla (75) sedang duduk menjaga tumpuhkan kain di kolong Lamin Luuq Melapeh, Kampung Linggang Melapeh, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, akhir Desember lalu.
Keduanya ditemani seorang anak perempuan usia belasan tahun.
Mereka memberi senyum ramah ke setiap pengunjung datang saat acara ekspos pangan dan produk lokal yang dihelat di kampung ini.
Di depan mereka, ada meja ukuran sedang. Di atasnya berjejer puluhan kalung manik dan tumpuhkan kain motif kriookng dengan beragam model, ciptaan kampung ini.
Baca juga: Camat Sepaku Ungkap Ada 3 Desa yang Berada Dekat Kawasan Inti IKN
Pada Februari 2020 lalu, Dirjen Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM RI, mematenkan tujuh motif kriookng asal kampung ini.
Pengakuan hak cipta karya seni itu dipatenkan dan secara simbolis penyerahan Sertifikat Hak Cipta diterima Pemkab Kutai Barat.
FE Lebiq dan istrinya Sisilia, adalah sosok penemu tujuh motif khas Dayak Tunjung itu. Keduanya menekuni sejak 47 tahun lalu.
Lebiq menarik sebuah kain masih berbungkus plastik dari tumpuhkan kain di atas meja, membuka perlahan lalu menceritkan muasal motif itu dibuat.
Dia mengatakan, sosok yang mengenalkan awal motif ini adalah seorang lelaki bernama Upang dari kampung sebelah.
Semasa hidupnya, ukiran Upang sempat dibeli oleh keluarga Sisilia. Ukiran Upang kala itu seadanya, hanya coretan biasa.
Tapi, Sisilia tertarik, dengan bentuk dan corak. Berjalan waktu, Upang meninggal. Dia tak punya keturunan meneruskan motif itu.
Sisilia berniat mengembangkan. Dia ingin motif itu diukir di kain agar bisa dijahit jadi pakaian, lalu digunakan sehari-hari.
Dia bersama suaminya mulai kembangkan, memodifikasi, hingga menciptakan motif baru. Sejak berjalan 1975, pasangan suami istri ini berhasil melahirkan tujuh motif baru.
Motif ini tak sekadar memodifikasi bentuk dan corak. Tapi mengadopsi simbol, benda, hewan, yang lekat dengan filosofis hidup, pengalaman dan tradisi masyarakat lokal.
Ketujuh motif itu yakni kriookng ketau, belanai (guci), nagaaq (naga), pagar, perisai, kodook (kura-kura) dan cihiiq (tiang).
“Setiap motif itu punya makna kehidupan masyarakat di sini,” ungkap Lebiq, saat ditemui Kompas.com belum lama ini.