Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mediasi Gagal, Warga Padang Berharap Hakim Meminta Jokowi Bayar Utang Rp 60 Miliar

Kompas.com - 27/01/2022, 13:31 WIB
Perdana Putra,
I Kadek Wira Aditya

Tim Redaksi

PADANG, KOMPAS.com - Setelah mediasi gagal, kuasa hukum dari warga Padang, Sumatera Barat, Hardjanto Tutik yang menggugat Presiden Jokowi terkait utang pemerintah sejak tahun 1950 mempersiapkan bukti serta saksi untuk menghadapi persidangan.

Hardjanto Tutik sendiri merupakan anak kandung dari Lim Tjiang Poan, seorang pengusaha rempah yang meminjamkan uang kepada Pemerintah Republik Indonesia tahun 1950 lalu.

Sebelumnya, mediasi yang difasilitasi hakim Reza Himawan Pratama itu tidak menemui kesepakatan antara penggugat dengan tergugat pada Rabu (26/1/2022).

Adapun tergugat Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan dan ikut tergugat DPR RI tidak bersedia membayar utang tersebut.

Baca juga: Duduk Perkara Warga Padang Gugat Jokowi, Berawal dari Utang Rp 80.300 tahun 1950 hingga Ditagih Rp 60 M

Kuasa hukum Hardjanto, Amiziduhu Mendrofa mengatakan, pihaknya saat ini masih menunggu jadwal persidangan dari Pengadilan Negeri (PN) Padang setelah mediasi yang dilakukan gagal.

"Lanjut ke persidangan. Kita siapkan semua bukti dan saksi yang kita butuhkan. Jadwal sidang masih menunggu dari PN Padang," kata Mendrofa yang dihubungi Kompas.com, Kamis (27/1/2022).

Mendrofa menyebutkan tidak ada jalan lain selain persidangan untuk meminta uang kliennya yang dipinjam pemerintah sejak tahun 1950 tersebut.

Baca juga: Alasan Jokowi dan Menkeu Tolak Bayar Utang Rp 60 M ke Warga Padang

Dalam persidangan nanti, Mendrofa berharap hakim mengeluarkan putusan untuk memerintahkan pemerintah membayar utang ke kliennya.

Mendrofa mengaku sangat kecewa usaha mediasi yang difasilitasi hakim PN Padang gagal setelah pihak tergugat menyatakan utang negara tersebut sudah kadaluarsa.

Padahal, kata Mendrofa, dalam mediasi itu pihaknya sudah menawarkan keringanan pembayaran bunga sebesar 3 persen itu.

"Sudah kita tawarkan keringanan pembayaran bunga, tapi pihak tergugat bersikukuh menyebutkan utang klien saya sudah kadaluarsa dengan dalih Keputusan Menteri Keuangan tahun 1978," kata Mendrofa.

Alasan pemerintah menolak

Sebelumnya diberitakan, mediasi itu gagal mencapai kesepakatan karena pihak pemerintah menilai, surat utang tersebut telah kedaluwarsa.

Dengan demikian, permintaan untuk membayar utang negara yang diminta penggugat sebesar Rp 60 miliar itu tidak dapat dipenuhi.

Berdasarkan jawaban tertulis, tergugat Menteri Keuangan yang diwakili 12 orang pengacara itu menjelaskan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 466a/1978, surat obligasi yang telah lewat waktu lima tahun sejak tanggal ditetapkannya keputusan pelunasan, yakni pada 28 November 1978, maka akan dianggap kedaluwarsa apabila belum diuangkan atau dibayar.

"Berdasarkan hal tersebut di atas, oleh karena surat obligasi yang diklaim oleh penggugat sebagaimana mestinya tidak dimintakan/ditagihkan pelunasannya paling lambat lima tahun sejak KMK tersebut, maka surat obligasi tersebut jadi kadaluarsa, sehingga proposal permohonan penggugat tidak dapat kami penuhi," tulis Didik Hariyanto dan kawan-kawan di jawaban tertulisnya.

Menanggapi hal itu, kuasa hukum Hardjanto Tutik, Amiziduhu Mendrofa mengatakan, jawaban tergugat itu sangat aneh, karena beralasan bahwa utang pemerintah telah kedaluwarsa.

Padahal, menurut Mendrofa, KMK itu mengangkangi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002, tentang Surat Utang Negara (obligasi) Tahun 1950.

Menurut Mendrofa, UU tersebut menyebutkan, program rekapitalisasi bank umum, pinjaman luar negeri dalam bentuk surat utang, pinjaman dalam negeri dalam bentuk surat utang, pembiayaan kredit progam, dinyatakan sah dan tetap berlaku sampai surat jatuh tempo.

"Dalam Undang-Undang sudah dinyatakan sah, kenapa di KMK bisa disebut kedaluwarsa? Aneh, utang kok bisa kedaluwarsa," ujar Mendrofa usai mediasi, Rabu (26/1/2022).

Mendrofa mengatakan, UU jelas lebih tinggi tingkatannya dari KMK yang belum terdaftar dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Mendrofa pun menyinggung kliennya yang sudah membantu pemerintah dalam keadaan negara kesulitan, tetapi diperlakukan seperti saat ini.

"Tapi sekarang klien saya yang dipersulit untuk meminta uangnya kembali," ungkap Mendrofa. 

Awal mula utang pemerintah

Mendrofa mengatakan, proses utang piutang berawal dikeluarkannya Undang-Undang Darurat RI Nomor 13 tahun 1950 tentang pinjaman darurat, yang ditetapkan di Jakarta tanggal 18 Maret 1950 dan ditanda tangani Presiden RI, Soekarno.

"Dengan adanya Undang-Undang itu dan negara sedang dalam kesulitan maka saat itu Lim Tjiang Poan meminjamkan uangnya kepada Pemerintah RI," kata Mendrofa kepada Kompas.com, Jumat (21/1/2022) di Padang.

Menurut Mendrofa, dalam undang-undang terdapat bukti penerimaan uang pinjaman oleh tergugat yang ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara selaku Menteri Keuangan tahun 1950, yakni sebesar Rp 80.300, dengan bunga sebesar 3 persen per tahun.

Menurut Mendrofa, bunga pinjaman selama satu tahun sebesar Rp 2.409.

Apabila dikonversikan dengan emas murni, maka bunga pinjaman pokok sama dengan seberat 0,603 kilogram emas per satu tahun.

Menurut Mendrofa, sejak awal disepakati bahwa pengembalian utang dibayarkan dengan emas.

Dengan demikian, menurut perhitungan kuasa hukum, pinjaman Pemerintah RI sejak 1 April 1950 sampai 2021 ditambah bunga sudah sebanyak 42,813 kilogram emas murni.

"Jika diuangkan, sekarang mencapai Rp 60 miliar," kata Mendrofa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Terungkap, Napi LP Tangerang Kontrol Jaringan Narkotika Internasional

Terungkap, Napi LP Tangerang Kontrol Jaringan Narkotika Internasional

Regional
Siswi SMA di Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri

Siswi SMA di Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri

Regional
Mengaku Khilaf, Pria di Kubu Raya Cabuli Anak Kandung Saat Tidur

Mengaku Khilaf, Pria di Kubu Raya Cabuli Anak Kandung Saat Tidur

Regional
Masyarakat Diminta Waspada, 5 Orang Meninggal akibat DBD di Banyumas

Masyarakat Diminta Waspada, 5 Orang Meninggal akibat DBD di Banyumas

Regional
Tangerang-Yantai Sepakat Jadi Sister City, Pj Walkot Nurdin Teken LoI Persahabatan

Tangerang-Yantai Sepakat Jadi Sister City, Pj Walkot Nurdin Teken LoI Persahabatan

Regional
Lebih Parah dari Jakarta, Pantura Jateng Alami Penurunan Muka Tanah hingga 20 Cm per Tahun

Lebih Parah dari Jakarta, Pantura Jateng Alami Penurunan Muka Tanah hingga 20 Cm per Tahun

Regional
Kasus DBD di Demak Tinggi, Bupati Ingatkan Masyarakat Fogging Bukanlah Solusi Efektif

Kasus DBD di Demak Tinggi, Bupati Ingatkan Masyarakat Fogging Bukanlah Solusi Efektif

Regional
Stok Vaksin Hewan Penular Rabies di Sikka Semakin Tipis

Stok Vaksin Hewan Penular Rabies di Sikka Semakin Tipis

Regional
BBWS Pemali Juana Ungkap Solusi Banjir Pantura Jateng: Harus Keluarkan Sedimen dan Perkuat Tanggul

BBWS Pemali Juana Ungkap Solusi Banjir Pantura Jateng: Harus Keluarkan Sedimen dan Perkuat Tanggul

Regional
Siswi SMA di Kupang Melahirkan, Bayi Disembunyikan dalam Koper

Siswi SMA di Kupang Melahirkan, Bayi Disembunyikan dalam Koper

Regional
9 Nelayan di Lombok Timur Ditangkap Terkait Dugaan Pengeboman Ikan

9 Nelayan di Lombok Timur Ditangkap Terkait Dugaan Pengeboman Ikan

Regional
Pengedar Narkoba Ditangkap di Semarang, Barang Bukti Sabu 1 Kg, Diduga Jaringan Fredy Pratama

Pengedar Narkoba Ditangkap di Semarang, Barang Bukti Sabu 1 Kg, Diduga Jaringan Fredy Pratama

Regional
Momen Mantan Gubernur NTB Ditanya soal Perselingkuhan dengan Istri Terdakwa saat Jadi Saksi Persidangan

Momen Mantan Gubernur NTB Ditanya soal Perselingkuhan dengan Istri Terdakwa saat Jadi Saksi Persidangan

Regional
Apple Mau Tanam Modal di Indonesia, Pemkot Tangerang Buka Peluang Investasi bagi Perusahaan Multinasional

Apple Mau Tanam Modal di Indonesia, Pemkot Tangerang Buka Peluang Investasi bagi Perusahaan Multinasional

Regional
Joget di Atas Motor, Empat Remaja di Mamuju Ditangkap Polisi

Joget di Atas Motor, Empat Remaja di Mamuju Ditangkap Polisi

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com