Melansir pemberitaan Kompas.com (30/01/2008), Ismail Saleh yang merupakan Menteri Kehakiman pada masa pemerintahan Soeharto,mengungkap bahwa sebagian besar rakyat terkesan oleh kebiasaan Soeharto tersenyum lebar diiringi kepala mengangguk-angguk.
”Ini tidak terlepas dari latar belakang almarhum yang besar di lingkungan pedesaan sehingga rasa kekeluargaannya tinggi,” ungkapannya.
Aura wibawa jenderal berbintang lima itu bahkan tidak memudar walau sering terlihat menebar senyum.
Sejak dulu, keluarga Presiden Soeharto sangat lekat dengan sebutan Keluarga Cendana.
Melansir Tribunnews.com, Rumah Cendana merupakan hunian keluarga Soeharto yang berlokasi di Jalan Cendana nomor 6-8, Menteng, Jakarta Pusat.
Kesan militer terlihat begitu kuat dalam desain rumah tersebut yang dilengkapi dengan pos penjagaan.
Disanalah keenam anak Soeharto dan Siti Hartinah yaitu Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih tumbuh.
Kontroversi Supersemar selalu menjadi pembahasan sewaktu nama Soeharto disebut.
Soeharto disebut menerima Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) dari Presiden Soekarno dengan mandat untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban di dalam negeri setelah peristiwa G30S/PKI pada 1 Oktober 1965.
Melansir pemberitaan Kompas.com (14/03/2021), Supersemar menjadi kontroversi karena naskah asli dari Supersemar tidak pernah ditemukan sampai saat ini.
Presiden Soekarno dalam pidato peringatan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1966 menyebut mengenai Supersemar dan membantah telah memberikan surat kuasa untuk memberikan kekuasaan kepada Soeharto.
Saat itu semboyan "Jasmerah" alias "jangan sekali-kali melupakan sejarah" diucapkan Presiden Soekarno dalam pidato terakhirnya pada tahun 1966.
Soeharto juga merupakan Presiden RI dengan masa jabatan terpanjang yaitu 32 tahun, sejak tahun 1967 hingga 1998.
Salah satu faktor yang membuat Soeharto bisa langgeng menjabat adalah keberhasilannya menjaga stabilitas negara selama masa jabatannya.
Selain itu, walau selama masa kepemimpinannya juga diadakan pemilu, namun kewajiban pegawai negeri untuk memilih Golongan Karya juga menjadi faktor pendukung yang membuatnya bertahan di kursi kekuasaan.
Selama menjabat, ia didampingi oleh lima orang wakil presiden yaitu Adam Malik (1978-1983), Umar Wirahadikusumah (1983-1988), Sudharmono (1988-1993), Try Sutrisno (1993-1998), dan BJ Habibie (1998).
Presiden Soeharto akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden pada 21 Mei 1998 setelah kerusuhan panjang dan pendudukan gedung DPR dan MPR oleh rakyat.
Sumber:
kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id
kompas.com
tribunnews.com