Istilah Indische juga digunakan karena pada saat itu kata Indonesia belum jadi hal yang lazim.
Latar belakang Indische Partij berdiri adalah untuk melawan diskriminasi dan ketidakadilan yang dilakukan pemerintah kolonial.
Hal ini juga membuat Indische Partij bersifat radikal dan non-kooperatif karena bergerak melawan pemerintahan Belanda pada saat itu.
Dengan ideologi nasionalisme dari para pendirinya, tujuan Indische Partij adalah agar negara ini dapat mencapai kemerdekaan dan terbebas dari pemerintah kolonial.
Partai politik ini juga telah mengenal pluralisme dengan memegang prinsip bahwa tanah Hindia juga menjadi rumah untuk berbagai kelompok etnis yang meyakini diri mereka adalah orang Hindia.
Pandangan Indische Partij tersebut dikenal sebagai Indische Nationalisme yang lalu dikembangkan oleh berbagai organisasi dan partai politik di masa pergerakan nasional.
Salah satu peristiwa yang jadi penentu perjalanan politik Indische Partij adalah pembentukkan Komite Bumiputera.
Kegiatan Indische Partij didominasi dengan usaha memperjuangkan kebebasan berpendapat dan menyuarakan kepentingan rakyat Hindia.
Sebelum dibubarkan, Suwardi Suryaningrat sempat mengkritik keras perayaan kemerdekaan Belanda atas Perancis dalam sebuah artikel yang berjudul “Als Ik een Nederlander was” yang berarti "Andai Saya Seorang Belanda".
Tjipto Mangunkusumo kemudian menanggapinya dengan menulis tentang sarkasme yang dimuat dalam De Expres berjudul“Kracht of Vrees?” (Kekuatan atau Ketakutan).
Dua tulisan itu disambung dengan kritik Douwes Dekker bertajuk “Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat” (Pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat).
Hal ini membuat Belanda terusik dan memutuskan untuk membekukan izin berdirinya Indische Partij serta membubarkannya pada 4 Maret 1913.
Akibat tulisan tersebut ketiganya kemudian ditangkap dan dijatuhi hukuman pengasingan ke negeri Belanda.
Alasan Indische Partij hanya berumur satu tahun saja adalah karena pemerintah Belanda menganggapnya sebagai organisasi berbahaya.
Sumber:
diy.kpu.go.id
kemdikbud.go.id
kompas.com