KOMPAS.com - Penyaluran vaksin booster sudah mulai dilakukan pemerintah kepada masyarakat secara cuma-cuma sejak Rabu (12/1/2022) lalu.
Dimulainya pemberian booster vaksin di Indonesia memunculkan berbagai pertanyaan di masyarakat.
Baca juga: Ini Lokasi dan Syarat Vaksinasi Booster di Depok
Sebagian besar mempertanyakan jenis vaksin booster yang akan diterima, begitu juga dengan daya tahan dan efek sampingnya.
Baca juga: Tiga Vaksin Ini Disebut Bisa Beri Kekebalan Lebih Tinggi sebagai Booster dari Sinovac
Melansir laman indonesiabaik.id, Kementerian Kesehatan akan menggunakan empat jenis kombinasi vaksin booster, yaitu:
Penentuan kombinasi vaksin booster ini sudah mengikuti pertimbangan kesiapan vaksin dan hasil riset peneliti konfirmasi Badan POM dan ITAGI.
Kombinasi vaksin booster juga sesuai rekomendasi WHO di mana pemberian vaksin booster bisa menggunakan vaksin yang sejenis atau juga bisa vaksin yang berbeda (heterolog).
Heterolog adalah pemberian vaksinasi booster yang menggunakan jenis vaksin berbeda dengan dosis pertama dan dosis kedua.
Seperti diketahui, vaksin dosis pertama dan kedua disebut bisa memberikan perlindungan selama maksimal enam bulan, lalu bagaimana dengan vaksin booster?
Melansir laman Tribunnews.com, Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan bahwa daya tahan vaksin booster ini akan menjadi bahan penelitian lebih jauh lagi.
Penny juga menyebut bahwa penelitian terkait ketahanan booster juga sedang berlangsung.
Terlebih saat ini pemberian vaksin booster di banyak negara memang dilakukan terutama untuk mengatasi kemunculan varian omicron sehingga efektivitas vaksin perlu ditinjau ulang.
Penny juga menjelaskan salah satu alasan kenapa perlu melakukan booster adalah adanya penurunan antibodi usai pemberian vaksin primer.
Vaksin primer diketahui akan memperlihatkan penurunan kadar antibodi sampai di bawah 30 persen setelah enam bulan sehingga vaksin booster menjadi satu cara yang dianjurkan oleh BPOM.
Dari empat jenis kombinasi vaksin booster, digunakan tiga jenis vaksin yaitu Pfizer, AstraZeneca, dan Moderna.
Berikut adalah penjelasan mengenai efek samping yang dirasakan setelah menerima jenis vaksin tersebut:
Sebelumnya vaksin jenis Pfizer diberikan sebagai lanjutan dosis homolog sebanyak 1 dosis minimal setelah 6 bulan dari vaksinasi primer
Vaksin Pfizer (Comirnaty) diketahui dapat meningkatkan nilai titer antibodi netralisasi setelah 1 bulan pemberian booster sebesar 3,29 kali.
Adapun efek samping vaksin pfizer, seperti nyeri di tempat suntikan, nyeri otot, demam, dan nyeri sendi.
Vaksin AstraZeneca yang disetujui sebagai vaksin booster homolog diberikan sebanyak 1 dosis minimal setelah 6 bulan dari vaksinasi primer dosis lengkap AstraZeneca.
Penggunaan booster menunjukkan peningkatan nilai rata-rata titer antibodi IgG setelah booster lanjutan dari 1792 menjadi 3746.
Efek samping yang ditunjukkan bersifat ringan (55 persen) dan sedang 37 (persen).
Keluhan paling umum setelah menerima dosis vaksin AstraZeneca antara lain: nyeri di bekas suntikan, tak enak badan, merasa lelah, badan menggigil atau demam, sakit kepala, mual, dan nyeri sendi.
Moderna dapat digunakan untuk booster homolog atau heterolog dengan vaksin primer AstraZeneca, Pfizer, dan Jenssen.
Penggunaan vaksin ini sebagai booster dilakukan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah mendapat dosis lengkap vaksin primer.
Terkait kenaikan respon imun antibodi netralisasi vaksin Moderna adalah sebesar 12,99 kali setelah booster homolog.
Beberapa efek samping vaksin moderna yang dilaporkan adalah nyeri di tempat suntikan, demam, pegal, dan mual.
Sumber:
indonesiabaik.id
tribunnews.com
kompas.com