Seorang penyintas lainnya, Dewi (30) mengakui masih sering mendengar suara dentuman atau gemuruh. Terlebih lagi setelah memasuki musim hujan.
"Longsorannya masih terus terjadi, dan sering juga mendengar suara gemuruh," ujar Dewi saat berbincang dengan Kompas.com.
Dia mengetahui longsoran itu masih bergerak karena secara rutin bila pergi ke warung dan mengantarkan anak ke sekolah harus melalui jalan di atas longsoran.
"Jalan yang dibuat sama warga itu sering berubah-ubah, apalagi hujan," kata Dewi sambil menunjuk ke arah longsoran baru yang masih terlihat basah.
Pantauan Kompas.com di lokasi bencana tanah bergerak yang mulai dilaporkan kepada pemerintah sejak 13 Desember 2021 itu kondisinya semakin meluas.
Retakan atau rekahan tanah meluas di areal persawahan yang lokasinya lebih rendah dari permukiman.
Sedangkan longsoran yang menggerus lerengan atau gawir semakin menyatu dan dikhawatirkan mengakibatkan longsoran besar.
Di wilayah permukiman, tersisa rumah-rumah rusak dan puing-puing bangunan.
Sejumlah rumah yang masih utuh sudah dibongkar para pemiliknya. Bahkan pemilik rumah panggung memindahkannya ke lokasi yang aman.
Sedangkan kondisi tanah ambles yang dalamnya belasan meter sepanjang sekitar 300 meter terus meluas dan melebar.
Juga terdapat sejumlah amblesan di sekitaran lereng atau gawir.
Untuk hunian sementara (huntara) para penyintas membangun dengan biaya mandiri dan gotong royong.
Lokasinya ada yang di lahan keluarga, pinjaman keluarga, pribadi, dan tanah garapan PTPN VIII Goalpara serta Perum Perhutani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.