SAMARINDA, KOMPAS.com – UU Ibu Kota Negara (IKN) telah disahkan para legislator DPR RI di Jakarta, Selasa (18/1/2021) lalu. Namun, muncul koalisi masyarakat Kaltim menolak IKN.
Koalisi gabungan beberapa lembaga aktivis lingkungan di Kaltim ini menilai, UU IKN akan jadi ancaman ruang hidup masyarakat maupun satwa langka yang berada lokasi proyek IKN yaitu Kabupaten Penajam, begitu juga daerah penyangga yakni Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan.
Selain itu, menurut koalisi, megaproyek IKN juga berpotensi menggusur lahan masyarakat adat, terutama masyarakat adat suku Balik dan suku Paser, serta warga transmigran yang bermukim di wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), lokasi proyek IKN dibangun.
“Mereka sudah lama menghuni di atas lahan 256.000 hektare dalam kawasan itu,” ungkap Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Wahli) Kaltim, Yohana Tiko kepada Kompas.com, Jumat (21/1/2022).
Baca juga: Kekhawatiran dan Masalah yang Belum Selesai di Lingkar IKN
Karena itu, Tiko menilai, rencana pemindahan IKN patut ditolak, karena tidak memiliki dasar kajian kelayakan yang meliputi aspek kemaslahatan, keselamatan dan kedaulatan masyarakat lokal.
“Justru UU IKN ini cenderung dipaksakan sehingga berpotensi mengancam, menghancurkan dan menghilangkan ruang hidup masyarakat lokal,” tutur dia.
Tiko menyebut, sebelum disahkan menjadi UU IKN, sosialisasi RUU IKN di Kaltim sangatlah minim, bahkan dilakukan tertutup di salah satu kampus terbesar di Kaltim.
Akibatnya, partisipasi publik menjadi minim, termasuk penyusunan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang tak melibatkan masyarakat di sekitar lingkar IKN.
“Proyek IKN ini disinyalir hanya menguntungkan kepentingan para oligarki, yang berada di lingkar kekuasan,” kata Tiko.