SAMARINDA, KOMPAS.com – Nama Nusantara yang disematkan untuk ibu kota negara di Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim), disebut tidak mencerminkan Jawa-sentris.
Sejarawan Kaltim, Muhammad Sarip, menyebutkan, istilah Nusantara justru merupakan toponimi wilayah di timur Kalimantan sebelum bernama Kutai pada pengujung abad ke-13 Masehi.
Dia mendasarkan argumentasinya itu pada riset SW Tromp (1888) dan SC Knappert (1905).
Baca juga: Sejarawan: Nama Nusantara untuk Ibu Kota Baru Wakili Arogansi dan Jawa-sentris
Tromp merupakan ilmuwan Belanda yang pernah menjabat Asisten Residen Oost Borneo. Dia termasuk orang yang meneliti manuskrip Salasilah Kutai.
Adapun Knappert adalah seorang peneliti penduduk asli Kutai.
“Memang ada beberapa perspektif dalam memandang etimologi Nusantara,” ungkap Sarip kepada Kompas.com di Samarinda, Rabu (19/1/2022).
Sebelumnya, sejarawan JJ Rizal mempunyai pandangan berbeda. Dia menyebutkan nama Nusantara mencerminkan Jawa-sentris.
Sebab, istilah Nusantara merupakan produk cara pandang Jawa masa Majapahit yang mendikotomi antara negara gung (kota Majapahit) dengan mancanegara (luar kota Majapahit).
Baca juga: Sumpah Palapa: Isi, Sebab Diucapkan, dan Munculnya Kata Nusantara
Karena itu, sejak zaman pergerakan ketika istilah ini muncul untuk digunakan sebagai nama wilayah bangsa dan negara yang hendak didirikan, nama Nusantara segera tersingkir karena dianggap Jawa-sentris.
Sarip menjelaskan, diksi Nusantara terpengaruh dengan bahasa Sanskerta yang awalnya toponimi di timur Kalimantan sebelum muncul entitas Kutai.
“Ingat, ada monarki lain yang eksis di pedalaman Sungai Mahakam, yakni Kerajaan Martapura. Dinasti Mulawarman ini mewariskan batu bertulis berbahasa Sanskerta, yang juga dikenal sebagai Prasasti Yupa,” kata dia.
Karena interaksi lintas pulau, lintas kawasan tentu saja memopulerkan sebutan Nusantara.
Baca juga: Ridwan Kamil: Saya Imbau Pak Arteria Dahlan Minta Maaf ke Warga Sunda di Nusantara, jika Tidak...
Istilah Nusantara kemudian berkembang menjadi sebutan lampau untuk pulau luas Kalimantan.
Lalu, terjadi dinamika lagi pada era jaya Majapahit sehingga Gajah Mada perlu mengidentifikasi wilayah vasalnya dari gugusan pulau di barat sampai timur dengan geopolitik bernama Nusantara.
“Jadi enggak cuma satu penilaian negatif jika melihatnya dari persepsi Majahapit versi JJ Rizal. Dari perspektif luar Jawa, istilah Nusantara nggak terasosiasi dengan makna yang buruk,” sebut penerima Sertifikasi Kompetensi Bidang Sejarah dari LSP Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan-Badan Nasional Sertifikasi Profesi itu.
Baca juga: Sastrawan Muda Asal Padang Ini Sudah Prediksi Nusantara Nama Ibu Kota Negara Sejak 2014
Karena itu, dalam perspektif keislaman Indonesia pun, istilah Nusantara bahkan digunakan untuk menyebut teologi Islam yang moderat, yakni Islam Nusantara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.