LAMPUNG, KOMPAS.com - Film "Serdam (The Death Whistle)" menjadi representasi bagaimana tradisi lokal perlahan "mati" di zaman milenium.
Serdam (bahasa Lampung: Sekhdam) adalah alat musik tiup khas Lampung pesisir yang kini bisa dikatakan mulai punah.
Film berdurasi sekitar 1 jam ini diputar perdana pada Selasa (18/1/2022) sore, di Gedung Pentas Tertutup Dewan Kesenian Lampung (DKL) di PKOR Way Halim.
Baca juga: Film Indie, Semangat Tak Sependek Durasi
Film berbahasa Lampung ini mengambil latar di wilayah Krui (Pesisir Barat) di mana banyak pengrajin serdam berasal.
Serdam dibuka dengan perbincangan antara seorang pembuat serdam bernama Hamdan (diperankan Iswadi Pratama) dengan Pun Ibrahim (diperankan Deddy), seorang tetua adat setempat.
Pun Ibrahim meyakini, alat musik ini memiliki daya magis yang mampu menyembuhkan autisme anak lelakinya apabila dibuat dengan cara tradisional.
Sang maestro, Hamdan mengatakan, pembuatan serdam dengan cara tradisional membutuhkan sejumlah syarat yang sebenarnya sudah tidak lazim dilakukan di zaman modern.
Baca juga: Sinopsis Keramat, Film Dokumenter Horor di Yogyakarta
Syarat tersebut yakni menancapkan serdam di makam gadis atau bujang yang meninggal dunia dengan kondisi yang tidak wajar.
"Dari hasil riset, memang seperti ini cara pembuatan serdam secara tradisional. Menurut kepercayaan, ini untuk menghasilkan suara yang menyayat," kata penulis naskah, Iin Zakaria usai pemutaran perdana film Serdam, Selasa.
Tekanan dari tetua adat yang mengharuskan serdam dibuat menggunakan cara tradisional ini kemudian berbenturan dengan zaman modern.