Uus mengatakan, konklusi medis itu diambil atau disimpulkan merujuk kepada hasil tes demam berdarah NS1 yang menunjukkan hasil positif.
"Jadi yang menyebabkan fatalitas (kematian) itu belum bisa dipastikan karena imunasi. Karena ada penyakit yang mendasarinya. Dari hasil tim dokter anak di RSUD, penyebab fatalitasnya itu karena expanded dengue atau demam berdarahnya. Nah, konklusi medis ini bisa diambil karena ada hasil NS1 yang positif, penanda bahwa anak tersebut terinfeksi DBD," ungkapnya.
Kata Uus, diduga saat divaksinasi ia sedang mengalami serangan penyakit DBD yang sedang dalam masa inkubasi.
Baca juga: Vaksinasi Anak 6-11 Tahun di Blora Ditargetkan Rampung Akhir Februari
Uus mengatakan, kematian tersebut tak bisa disimpulkan akibat vaksin. Sebab, temuan penyakit dengue ini telah menyebabkan kerusakan di beberapa organ korban.
"Yaitu ada ensefalopati, kemudian kegagalan akut pada hatinya yang ditandai memang SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)-nya sangat tinggi. Jadi sudah terjadi kegagalan akut pada liver ditambah ensefalopati. Maka artinya expanded dengue ini terjadi pada anak tersebut yang menyebabkan fatalitasnya (kematiannya)," jelasnya.
Uus pun berharap, kejadian anak meninggal usai divaksin ini tak dinilai bahwa pemberian vaksin bahaya oleh masyarakat.
Sebab, kejadian ini dinilai secara kebetulan bahwa korban meninggal dengan penyakit yang mendasarinya dan usai divaksin dua hari lalu.
"Nah ini supaya bisa dipahami oleh masyarakat bahwa jangan sampai ada pemahaman bahwa ini karena KIPI murni atau tak ada penyakit yang mendasarinya. Atau kematiannya karena vaksin ya, tidak seperti itu. Walaupun dilakukan vaksin dulu sebelum masuk rumah sakit, anak ini dari tanda-tanda laboratorium serta hasil pemeriksaan medis yang dilakukan, sudah didahului oleh penyakit yang dideritanya yaitu demam berdarah," ungkapnya.
Baca juga: Tinjau Vaksinasi Anak di Ambon, Kapolri: Adik-adik Harus Berani
(Penulis : Kontributor Tasikmalaya, Irwan Nugraha | Editor : I Kadek Wira Aditya)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.