Kemudian, ada kebijakan dari hakim bisa sidang online sesuai Peraturan Mahkama Agung (Perma).
Setelah itu, JPU ke desa di mana terdakwa tinggal dan mencari lokasi untuk sidang online.
"Memang di desa tersebut jaringan tidak bagus. Terpaksa mencari lokasi yang tepat. Para saksi juga dihadirkan saat sidang," ungkap Pingkan.
Sebelum kasus ini masuk sidang tuntutan, Pingkan mengatakan, pihaknya memberikan kesempatan kepada terdakwa dan korban untuk duduk bersama membicarakan perkara ini.
Bahkan, hakim sampai bilang masih memberikan kesempatan kepada terdakwa dan korban untuk bercerita.
Baca juga: Motif Pria di Semarang Tusuk Istri 14 Kali hingga Tewas: Tersinggung Diminta Cari Kerja
"Sebenarnya sudah mau masuk sidang tuntutan. Tapi, atas dasar kemanusian kami berharap terdakwa dan korban duduk bersama untuk bercerita. Sudah ingatkan dan mau difasilitasi, tapi keduanya masih keras (pendirian)," imbuh dia.
Menurut Pingkan, sapi yang meninggal kena perangkap ditaksir Rp 12,5 juta.
"Harga itu sesuai informasi saksi atau orang yang berkompeten. Kerugian Rp 12,5 juta, harga itu saat korban membeli satu ekor sapi yang mati," kata dia.
Pihaknya juga menerapkan restorative justice dalam perkara tersebut.
"Berharap kasus ini bisa ada kesepahaman. Apalagi terdakwa dan korban satu kampung. Jadi, kami berharap ada happy ending," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.