Selain mencetak santri yang kemudian menjadi kiai, Pondok Pesantren ini juga menghasilkan banyak karya berupa kitab-kitab klasik.
Di antara kitab-kitab klasik itu adalah Serat Cobolek dan Serat Centini. Keduanya mengungkap keberadaan pesantren yang eksis setelah abad 16.
Pada masa penjajahan, perkembangan Pondok Pesantren sama sekali tidak terhambat.
Bahkan, pesantren-pesantren itu justru menjadi pusat perjuangan dalam melepaskan diri dari penjajahan Belanda.
Sebut saja Kiai Kasan Besari dari Pondok Pesantren Tegalsari, Ponorogo, Jawa Timur. Ada pula yang menyebut nama beliau Mohammad Besari.
Baca juga: Nadiem Makarim: Santri Masa Depan Indonesia
Kiai Kasan Besari dianggap sebagai mahaguru para bangsawan dan pejuang yang berjuang melawan Belanda melalui keilmuan masing-masing.
Dari Kiai Kasan Besari muncul seorang pujangga besar dan terakhir tanah Jawa yaitu Ranggawarsita.
Selain itu, dari trah Kiai Kasan Besari juga lahir Haji Oemar Said Cokroaminoto, yang dikenal sebagai guru sejumlah tokoh, salah satunya Ir Soekarno.
Pada masa menjelang kemerdekaan, pondok pesantren terus memberikan kesadaran bagi rakyat Indonesia untuk berjuang demi kemerddekaan.
Pondok pesantren juga berhasil menjelma menjadi garis pertahanan saat melawan penjajahan secara fisik.
Salah satu contoh nyata adalah perlawanan KH Zainal Mustafa dari Singaparna, Tasikmalaya, yang angkat senjata melawan Jepang.
Setelah kemerdekaan, kiprah perjuangan pondok pesantren tidak surut.
Bahkan para Kiai pondok pesantren, yang digalang oleh KH Hasyim Asyari mengeluarkan Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan.
Resolusi Jihad ini yang menginspirasi para santri dan pejuang di Surabaya dalam pertempuran 10 November 1945.
Resolusi Jihad itu dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober, yang mana saat ini diperingati sebagai Hari Santri Nasional.
Sumber:
Kompas.com
Ditpdpontren.kemenag.go.id