BORONG, KOMPAS.com - Petrus Piatu Nalele (32) sempat berhenti menjadi guru. Sebab, gaji guru di pedalaman Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak cukup untuk biaya hidup keluarga.
Apalagi, banyak kendala yang harus dihadapi. Seperti jarak tempuh ke sekolah dan gaji yang kerap telat dibayar.
Namun, keinginan ayahnya untuk tetap mengajar membuat pria yang akrab disapa Guru Petuk itu kembali menjadi guru.
"Saya pernah berhenti mengajar. Tapi ayah saya minta saya untuk terus mengajar, apapun kendala yang dihadapi. Saya pernah berpikir bahwa menjadi guru bagi saya adalah pekerjaan sampingan karena upah dari profesi guru tidak cukup memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga tiap hari," kata Petrus kepada Kompas.com di rumahnya di Kampung Dampek, akhir Desember 2021 lalu.
Baca juga: Lawan Polisi Saat Patroli Malam Tahun Baru, 2 Pemuda di NTT Ditangkap
Kompas.com bekerja sama dengan Kitabisa.com menggalang dana untuk membantu perjuangan Petrus Piatu Nalele sebagai guru di pedalaman NTT.
Anda bisa mengirimkan donasi dengan klik di sini
Petrus memulai kariernya sebagai guru dengan mengajar di SMPN Satu Atap (Satap) Bawe, Dampek pada tahun 2013. Dia menjadi guru setelah tamat dari STKIP Santo Paulus Ruteng, sekarang UNIKA Santo Paulus Ruteng. Gaji yang diterimanya sebesar Rp 400.000, ditambah dengan dana Bosda menjadi Rp 700.000.
Petrus kemudian pindah mengajar ke SDI Wae Ciu, Dampek dengan upah Rp 400.000 dan tunjangan dana Bosda.
"Saya pernah frustasi dengan pekerjaan sebagai guru karena gajinya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Upahnya juga terima tiga sampai empat bulan sekali. Sementara saya memenuhi kebutuhan harian di rumah bersama keluarga," katanya.
Baca juga: Perjuangan Siswa di Pedalaman NTT, Bertaruh Nyawa Melawan Arus Sungai untuk Ke Sekolah
Setelah dari SDI Wae Ciu, Petrus pindah mengajar ke Lembaga Pendidikan Tambahan Ruangan Kelas (TRK) Larok Mbijar, Desa Satar Kampas, Kecamatan Lambaleda Utara, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) sampai sekarang.
Dia menerima gaji dari mengajar di sekolah itu sebesar Rp 700.000. Rinciannya gaji komite atau honorer Rp 200.000 dan upah tambahan penghasilan atau Tamsil Rp 500.000.
Kerja serabutan untuk kebutuhan keluarga
Guru Petuk menjelaskan, setiap pagi, dia pergi mengajar berjalan kaki dengan jarak 3 kilometer. Saat sekolah selesai, dia berganti pakaian memakai celana pendek, makan siang dan mencari kayu api sejauh tujuh kilometer untuk tambahan pendapatan dalam hidup berkeluarga.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.