Dia menyampaikan, ketentuan ini sebenarnya hanya untuk penyegaran.
Pasalnya, para sukarelawan Tenggara dari awal bergabung sudah seringkali dibekali dengan beragam pelatihan yang diisi oleh senior maupun pemateri ahli, seperti dari dokter, perawat, psikolog, perwakilan Komisi Penanggulangan AIDS (KPAI), termasuk berbagai LSM terkait.
Pengurus Tenggara beberapa kali juga sempat mengundang mantan pekerja seks komersial (PSK) atau penyintas HIV/AIDS untuk dapat memberikan gambaraan riil mengenai kasus-kasus yang berkaitan dengan masalah kesehatan seksual dan reproduksi ke anggota.
Selain itu, Tenggara juga kerap mendelegasikan 20 anggota secara bergiliran untuk mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak luar.
Ada dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, maupun lembaga atau komunitas lainnya.
“Sebelum mendirikan Tenggara, saya juga sepeti itu. Awalnya saya coba menabung untuk bisa membeli buku-buku sebagai sumber referensi. Kemudian, saya cari kesempatan juga untuk bisa ikut pelatihan Kespro,” kenang dia.
Seiring berjalannya waktu, program Bacarita Kespro yang digagas Tata bersama rekan-rekannya di Tenggara mampu merangkul semakin banyak anak-anak dan remaja di NTT.
Hingga akhir 2021 ini, terdata sedikitnya sudah ada 2.000 lebih anak dan remaja dari 43 komunitas di wilayah NTT yang mendapatkan akses informasi dari Tenggara.
Beberapa komunitas yang pernah dirangkul oleh Tenggara di antaranya, yakni:
Berbagai komunitas ini bukan hanya berasal dari Kota Kupang, melainkan ada juga dari Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, hingga Pulau Kera di Kabupaten Sumba Timur bersama Kopernik.
Untuk memperluas jangkauan pemberian edukasi, Tenggara akan terus berkolaborasi dengan sejumlah pihak lain, termasuk BKKBN, KPAI, dan Woman for Indonesia.
Kegiatan edukasi Bacarita Kespro juga sudah mendapat dukungan dari International Youth Alliance for Family Planning (IYAFP), termasuk beberapa kolaborasi dari lembaga internasional, dan komunitas lainnya.
Maka dari itu, Tata bersama rekannya-rekannya di Tenggara pun kini tak jarang diundang untuk berbagi informasi mengenai hak kesehatan seksual dan reproduksi di sekolah-sekolah, kampus-kampus, atau komunitas di luar PMSEU lainnya.
Perjuangan Tata yang tak kenal lelah sebagai pengedukasi hak kesehatan seksual anak ini pun telah dilirik oleh juri dalam pemilihan penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2020.
Pada Oktober tahun lalu, Tata terlipih menjadi penerima apresiasi SATU Indonesia Award untuk bidang kesehatan.
Dia menjadikan apresiasi ini sebagai pendobrak semangat untuk bisa terus memberikan kontribusi kepada masyarakat, khususnya bagi generasi muda di NTT.
“Kami sadar bahwa perjuangan tak boleh berhenti sampai di sini. Apresiasi itu ‘menantang’ kami untuk bisa bergerak lebih kencang,” ujar Tata.
Dia berharap pemberian apresiasi SATU Indonesia Award bisa menginspirasi para pemuda untuk mau ikut mengedukasi adik-adik dari kalangan anak-anak dan remaja tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi.
Tata yakin pendidikan seks yang diberikan sejak dini bisa membantu anak-anak menyiapkan masa depan lebih baik.
Baca juga: Sri Lanka Klaim Alat Musik Sasando, Ini Tanggapan Pemprov NTT
Apresiasi kepada Tata juga disampaikan oleh Kepala DP3A Provinsi NTT, drg. Iien Adriani, M.Kes.
Dia menyebut, kehadiran pemuda aktif seperti Tata yang bersedia memperdalam khasanah tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi, lalu membaginya kepada anak-anak dan remaja ini sangatlah berarti di masyarakat.
Menurut Iien, Tata dan rekan-rekannya di Tenggara telah menunjukkan praktik dukungan kelompok sebaya yang bagus ditiru.
Dia berucap, dampak positif dari kehadiran “banyak Tata” di masyarakat mungkin tak akan terasa seketika. Tapi, Iien yakin, kontribusi mereka lambat laun dapat menghasilkan sesuatu yang besar.
Ini termasuk berkurangnya angka kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di NTT karena ada semakin banyak masyarakat yang telah dibuat paham akan isu hak kesehatan seksual dan reproduksi.
Dia pun tidak mencemaskan dalam beberapa tahun ke depan, angka kekerasan seksual terhadap anak di NTT akan mengalami kenaikan.
Pasalnya, hal itu juga bisa jadi pertanda baik bahwa masyarakat semakin peka terhadap isu kekerasan seksual anak dan tahu bagaimana cara melaporkannya saat mengalami atau mendapati kerjadian tersebut.
“Kelompok sebaya bisa menjadi kepanjangan tangan dalam penyampaian informasi mengenai kespro kepada kelompok milenial yang kadang susah dijangkau oleh petugas karena sebagian besar mereka merupakan generasi yang lebih tua,” jelas dia saat diwawancarai Kompas.com terpisah.
Dia berpesan, bagi generasi muda yang ingin meneladan Tata, bisa lebih dulu memerkaya diri dengan pengetahuan mengenai hak kesehatan seksual dan reproduksi sebelum kemudian terjun ke masyarakat.
“Anak-anak muda dapat mengikuti pelatihan-pelatihan kespro yang bisa kami fasilitasi. Kelompok sebaya yang memang sudah mendapat pelatihan sangat diperlukan di NTT,” ungkap dia.
Apresiasi kepada Tata juga disampaikan oleh Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi alias Kak Seto.
Kak Seto menyebut Tata bisa menjadi pelapis atau bahkan pengganti pentingnya peran orangtua dalam memberikan edukasi tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi kepada anak-anak.
Karena tak bisa dipungkiri, kata dia, di Indonesia masih ada banyak orang tua yang tidak mau atau mampu menjelaskan masalah seksualitas kepada anak-anak, terutama dari kalangan menengah ke bawah.
Baca juga: Perjuangan Siswa di Pedalaman NTT, Bertaruh Nyawa Melawan Arus Sungai untuk Ke Sekolah
Pendiri dan ketua pertama Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) itu juga melihat sekolah kadang-kadang hanya teoritis dalam memberikan pendidikan seks.
"Jadi, sebagai langkah preventif terjadinya kekerasan seksual terhadap anak atau anak sebagai pelaku, saya kira bagus sekali apa yang dilakukan Tata dan teman-teman di Tenggara dengan memberikan kesadaraan atau pengetahuan ke anak mengenai masalah seksualitas," kata dia diwawancara terpisah.
Kak Seto pun berpendapat, bahwa perjuangan Tata di NTT sangat layak dijadikan teladan bagi muda-mudi lain di berbagai daerah.
Para dewasa muda bisa menjadi kakak yang dapat memberikan benteng perlindungan bagi anak-anak maupun remaja akan bahaya pelecehan atau kekerasan seksual yang masih banyak terjadi di berbagai tempat.
"Bisa menjadi sangat efektif ketika pendidikan seks disampaikan oleh teman-teman muda. Jadi tidak sebagai bapak atau ibu ke anak. Kadang-kadang 'jurangnya' terlalu dalam karena perbedaan generasi," ungkap dia.
Kak Seto melihat, jika edukasi mengenai hak kesehatan seksual dan reproduksi dilakukan oleh seseorang yang usianya tidak terpaut jauh, anak-anak maupun para remaja bisa jadi akan lebih nyaman dan lebih mudah menerima informasi.
"Remaja kan inginnya komunikasi melalui persahabatan, bukan main instruksi, perintah, atau komando yang mungkin masih sering dilakukan para orang tua,” jelas dia.
Kak Seto sangat mengapresiasi para pemuda yang mau bergerak menyisihkan waktu, pikiran, tenaga, maupun materi untuk memberikan pendidikan seks kepada teman sebaya maupun anak-anak yang lebih muda.
“Anak-anak perlu didorong untuk bisa menjadi garda terdepan dalam melindungi dirinya sendiri. Misalnya, mereka perlu diajarkan untuk berteriak atau melapor apabila ada orang lain yang ingin meraba organ intimya atau berbuat tak senonoh. Ajaran ini penting hingga anak dewasa,” jelas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.