PADANG, KOMPAS.com - Dua tersangka kasus dugaan korupsi ganti rugi lahan tol Padang-Pekanbaru mengajukan praperadilan terhadap Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat ke Pengadilan Negeri Padang.
Kedua tersangka tersebut adalah RN (45) dan J (36) yang merupakan pegawai negeri sipil (PNS) Badan Pertanahan Nasional.
Baca juga: Tak Punya Terminal Bus Selama 12 Tahun, Terminal Anak Aia di Padang Mulai Beroperasi Hari Ini
Sidang praperadilan digelar di PN Padang dengan hakim tunggal Rinaldi Triandoko pada Rabu (29/12/2021). Agenda sidang tersebut pembacaan gugatan pemohon.
Dalam sidang itu, kuasa hukum kedua tersangka, Syahril mengatakan, surat penetapan tersangka atas kedua kliennya tidak sah secara hukum.
Syahril menjelaskan, kedua kliennya ditetapkan sebagai ketua Satuan Tugas dalam pengadaan tanah lahan tol Padang-Pekanbaru.
"J merupakan ketua Satgas A dan RN sebagai ketua Satgas B berdasarkan SK dari Kepala BPN Sumbar," kata Syahril dalam persidangan itu.
Menurut Syahril, dalam surat penetapan tersangka dan penahanan kedua kliennya tidak ditemukan nilai pasti berapa kerugian keuangan negara yang dinyatakan oleh BPK RI.
"Berdasarkan penjelasan itu, penetapan tersangka tidak memenuhi apa yang dikehendaki dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP dimana tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau kehendaknya, berdasarkan bukti permulaan minimal dua alat bukti patut diduga sebagai pelaku tindak pidana," kata Syahril.
Oleh karena itu, kata Syahril, penetapan tersangka dan penahanan terhadap kedua kliennya tidak sah dan bertentangan dengan hukum atau dilakukan secara sewenang-wenang.
Syahril mengatakan, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/Puu-VI/2006 maka pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang perubahan dan penambahan UU Nomor 31 Tahun 1999 maka delik yang berlaku adalah delik materil yang mensyaratkan adanya akibat unsur kerugian negara.
"Dalam surat penetapan tersangka dan surat perintah penahanan tersangka sama sekali tidak ditemukan nilai yang pasti kerugian negara sehingga itu tidak sah," kata Syahril.
Selanjutnya, kata Syahril dalam peraturan Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2012 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan tanah yang salah satu isi pernyataan pertanggungjawaban dari pemilik tanah sebagai penerima ganti rugi adalah, apabila di kemudian hari ternyata ada pihak-pihak lain yang mempunyai/memiliki hak atas tanah tersebut, kami bersedia menanggung segala akibat dari penyerahan tanah/pelepasan hak.
"Klien kami selaku Ketua Satgas A dan B adalah dalam kapasitas pelaksana hukum administrasi, sedangkan terhadap pembayaran ganti rugi atas tanah tersebut adalah dua hal yang berbeda," jelas Syahril.
Setelah mendengarkan gugatan dari pemohon melalui kuasa hukumnya, sidang praperadilan dilanjutkan besok dengan agenda pembacaan pembelaan termohon dari Kejati Sumbar yang diwakili Jaksa Eka dan kawan-kawan.
"Sidang dilanjutkan besok dengan agenda pembacaan dari termohon," kata hakim Rinaldi Triandoko.