Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Korupsi Pembangunan Masjid Sriwijaya, Mantan Sekda Sumsel Divonis 7 Tahun Penjara

Kompas.com - 29/12/2021, 13:50 WIB
Aji YK Putra,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.com- Mantan Sekda Provinsi Sumatera Selatan Mukti Sulaiman dan mantan Kepala Biro Kesra Provinsi Sumatera Selatan Ahmad Nasuhi menjalani sidang dengan agenda vonis terkait korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu (29/12/2021).

Dalam sidang secara virtual yang dipimpin oleh ketua Majelis Hakim Abdul Aziz mengatakan, dalam pemeriksaan seluruh saksi, kedua terdakwa tersebut terbukti secara sah melawan hukum.

Mereka dianggap sudah memperkaya orang lain dan koroporasi yang menyebabkan adanya kerugian negara sebesar Rp 130 miliar.

Baca juga: Sidang Korupsi Masjid Sriwijaya, Terdakwa Sempat Berusaha Hilangkan Barang Bukti

Karena itu, keduanya dianggap terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Menimbang, mengadili kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Mukti Sulaiman dengan penjara 7 tahun dan Ahmad nasuhi 8 tahun,” kata Abdul Aziz membacakan vonis.

Sementara, hal yang memberatkan terdakwa adalah tidak mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas korupsi.

Selain itu, hal yang meringankan adalah kedua terdakwa tak pernah dihukum.

“Menjatuhkan denda Rp 400 juta dan subsideir 4 bulan penjara dan memerintah kedua terdakwa untuk tetap ditahan,” ujarnya.

Baca juga: Sidang Korupsi Masjid Sriwijaya, Mantan Sekda Sumsel Minta Bebas: Ditunggu Anak, Istri, Cucu, di Rumah

Setelah membacakan vonis, majelis hakim memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk pikir-pikir atas vonis yang dijatuhkan.

“Terdakwa diberikan waktu satu pekan untuk pikir-pikir,” jelasnya.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel Mohammad Radyan mengatakan, vonis yang dijatuhkan oleh hakim memang lebih rendah dari tuntutan yang diberikan JPU.

Menurut Radyan, mereka memiliki waktu pikir-pikir atas vonis yang sudah dijatuhkan oleh hakim.

“Kita punya waktu paling lama tujuh hari menerima putusan atau banding. pasal yang disangkakan antara hakim dan JPU itu sama, tapi kami akan mempelajari isi hukuman tersebut, menerima atau tidak putusan hakim,” ungkapnya.

Baca juga: Jaksa Banding terhadap Vonis 4 Terdakwa Korupsi Pembangunan Masjid Sriwijaya

Sedangkan kuasa hukum Mukti Sulaiman, Iswadi Idris, menyatakan juga akan pikir-pikir atas vonis tersebut.

“Kami akan konsultasikan dulu dengan klien, karena masih punya waktu tujuh hari,” ungkapnya.

Hal yang sama diungkapkan oleh kuasa hukum Ahmad Nasuhi, Redho Junaidi ia menjelaskan selama sidang berlangsung hingga vonis, kliennya itu tak terbukti menerima uang sepeserpun dalam kasus masjid Sriwijaya.

“Terbukti dalam perkara ini tadi melalui putusan, terbukti klien kami tidak ada menerima, mencuri, satu rupiah pun tidak ada. Artinya kalau ada ansumsi masyarakat mereka mengambil uang yayasan itu tidak benar,” katanya.

Baca juga: Beda Keterangan Mantan Ketua Yayasan Masjid Sriwijaya dan Alex Noerdin

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumatera Selatan, Iskandar menjatuhkan vonis kepada kedua terdakwa Mukti Sulaiman dituntut hukuman selama 10 tahun penjara.

Sedangkan untuk terdakwa Ahmad Nasuhi lebih berat yakni 15 tahun penjara.

Sementara, untuk keduanya sama-sama diberikan denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com