PALEMBANG, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan akan melayangkan somasi ke Pemerintah Kota Palembang terkait banjir yang terjadi pada Sabtu (25/12/2021).
Tak hanya merendam rumah dan jalan, banjir tersebut juga merenggut dua nyawa dua orang warga yakni Sulasih (47) yang merupakan driver ojek online dan Asili (50), dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan Hairul Sobri mengatakan, banjir itu merupakan bencana besar yang terjadi sejak 10 tahun terkahir.
Baca juga: Banjir Besar di Palembang, Dosen UIN dan Driver Ojek Online Meninggal
Hal tersebut disebabkan abainya pemerintah untuk mendukung daya tampung lingkungan hidup serta banyaknya alih fungai rawa yang telah terjadi.
"Pemerintah merupakan aktor utama dalam pelanggaran tata ruang yang menjadi penyebab banjir. Kami bersama organisasi dan lembaga lain seperti LBH Palembang berencana mensomasi pemerintah kota Palembang dan Pemprov Sumsel terkait banjir ini,” ujar Hairul, dalam keterangan tertulis, Senin (27/12/2021).
Hairul menegaskan, pemerintah semestinya membenahi tata ruang untuk mencegah bencana banjir.
Dengan adanya gugatan tersebut, pemerintah daerah diharapkan dapat lebih baik membuat tata ruang agar menghindari terjadinya bencana terutama banjir.
“Sangat banyak masyarakat yang merugi, harus digugat kepada pemerintah yang tidak melakukan rencana tata ruang yang baik,” ujarnya.
Baca juga: BMKG: Hujan Ekstrem di Palembang adalah Curah Hujan Tertinggi dalam 31 Tahun Terakhir
Sementara itu, Direktur Perkumpulan Lingkar Hijau Anwar Sadat menambahkan, aktivitas pembangunan sejak 2014, terdapat sedikitnya 207 kasus kejahatan tata ruang terhadap Perda RTRW Palembang 2012-2032 berupa alih fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan rawa konservasi maupun rawa budidaya yang dijadikan perumahan, hotel, peternakan, showroom kendaraan, serta industri lainnya di 13 kecamatan.
Luasan RTH dan rawa yang dialihfungsikan sejak delapan tahun terakhir tersebut seluas 404,19 hektar.
“Banjir yang merupakan bencana ekologis tersebut sudah diprediksi sejak lama. Bahkan, pada hasil liputan Kompas yang pada 24 Agustus 2021 lalu yang menyebut Palembang menjadi satu dari tujuh kota di Indonesia yang memiliki kerentanan tinggi atas krisis iklim berupa naiknya permukaan air laut dan masuk ke daratan,” ungkapnya.
Kejahatan lingkungan tersbeut diduga melibatkan banyak pihak dan terorganisir yang disebut mafia perizinan.
Penegakan hukum pidana dan administratif harus secara tegas dilakukan terhadap kejahatan ini, transparan dan memiliki limit waktu.
“Sehingga penilitian yang memprediksi Palembang akan tenggelam akibat krisis iklim ini bisa dicegah,” jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.