BANGKA, KOMPAS.com - Angin berhembus semilir saat kapal motor yang dikemudikan Sultan (42) melaju membelah ombak di perairan Pulau Tinggi, Kecamatan Lepar Pongok, Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung.
Siang itu cuaca cerah dan ombak menyambut kehadiran maha karya penduduk lokal tersebut dengan ramah.
Kapal kayu berukuran panjang 15 meter dan lebar 1,5 meter itu turun dari galangan produksi di Pulau Tinggi untuk uji coba.
Setelah 30 menit menjelajah lautan dengan gagahnya, kapal kembali berlabuh di Pulau Tinggi.
Baca juga: Nelayan Cerita Pertarungannya Lawan Hiu Banteng, Nyaris Tewas hingga Selamat berkat Tombak
Sultan beranjak meninggalkan ruang kemudi dan melangkah menuju haluan kapal.
Raut wajahnya menggambarkan kepuasan. Pandangan matanya pada lautan lepas seolah memberi pesan, kami telah berkarya dan siap menjadi bangsa yang mandiri.
"Alhamdulillah untuk uji coba berjalan baik. Nanti tinggal pengecatan seluruh bodi (kapal)," kata Sultan saat berbincang dengan Kompas.com di Pulau Tinggi, Sabtu (25/12/2021).
Sultan tidak hanya mahir mengemudi menembus samudra, tapi juga terlibat langsung dalam pembuatan kapal.
Ia bersama saudara iparnya, Ilham (41), dan dibantu dua tukang lainnya merupakan potret dari kelompok pekerja kreatif. Mereka sehari-hari bekerja membuat kapal motor atau perahu pompong.
Bagi masyarakat setempat, alat transportasi sekaligus alat untuk menangkap ikan itu lazim disebut perahu pompong karena ukurannya lebih ramping dan bisa bersandar langsung di bibir pantai.
Menurut Sultan, untuk membuat perahu pompong berukuran panjang 15 meter butuh waktu pengerjaan sekitar tiga sampai empat bulan.
Proses pengerjaan bisa lebih cepat jika kondisi cuaca mendukung dan bahan-bahannya lengkap.
Saat ini ada empat orderan perahu pompong yang sedang dikerjakan Sultan dan rekan-rekannya.
Satu perahu telah turun galangan dan diuji coba. Sedangkan tiga lainnya masih proses pengerjaan.
Usaha yang dilakoni Sultan tersebut semakin menggeliat semenjak tersedianya pasokan listrik 24 jam non stop di Pulau Tinggi.
"Listrik menjadi kebutuhan pokok bagi kami. Karena semua alat-alat mulai dari mesin pemotong, mesin penghalus papan hingga pengecatan itu menggunakan listrik," ujar Sultan.
Dengan ketersediaan listrik saat ini kata Sultan, proses pembuatan perahu pompong bisa dikerjakan siang maupun malam hari.
Ketersediaan listrik juga membantu para pekerja dalam menekan ongkos produksi.
"Saya kemarin isi (token) Rp 100.000, sekarang sudah jalan tiga bulan masih tersisa," ungkap Sultan dengan gembira.
Hal senada juga diungkapkan Ilham. Dia mengisahkan, sebelum listrik masuk di Pulau Tinggi, mereka harus menggunakan genset berbahan solar.
Untuk keperluan produksi selama tiga bulan, kira-kira butuh satu drum solar.
Jika satu drum solar berisi 200 liter, maka pekerja harus merogoh kocek hingga Rp 1,6 juta, dengan estimasi harga solar sampai ke pulau Rp 8.000 per liter.
Selain terkendala harga yang mahal, pasokan bahan bakar fosil tersebut juga kerap terkendala karena faktor cuaca buruk.