MAGETAN, KOMPAS.com – Siang itu, Sri Wahyuni dan lima ibu-ibu Desa Dukuh, Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, sibuk memilah gelas plastik bekas air mineral.
Bagi Sri dan lima ibu-ibu lainnya, aktivitas itu merupakan pekerjaan sampingan yang dikerjakan setelah tugas di rumah rampung.
Setelah dipilah, gelas plastik akan diubah menjadi kerajinan tangan. Aktivitas itu mereka lakukan di rumah Ketua Penggerak PKK Desa Dukuh, Siti Romlan.
Dari aktivitas itu, Sri sudah mempunyai tiga kartu keping emas dengan berat masing-masing 0,1 gram. Setiap keping emas itu senilai Rp 124.000.
Ia mengaku, kartu emas itu dikumpulkan selama tiga bulan terakhir. Ia sedang menabung untuk biaya sekolah anaknya.
"Masa corona seperti ini harus pandai menyimpan karena penghasilan suami tidak mesti," kata Sri saat berbincang di Desa Dukuh, Kamis (23/12/2021).
Bank sampah
Tak jauh dari Sri dan lima ibu-ibu yang sedang memilah gelas plastik, terlihat Siti Romlan sedang menata sejumlah kertas berukuran 5x5 centimeter yang terdapat titik berkilau di bagian tengah.
Titik berkilau itu merupakan pantulan cahaya matahari yang mengenai emas murni 24 karat yang terdiri dari berbagai ukuran. Ukuran emas paling kecil seberat 0,025 seharga Rp 37.500.
“Ini baru selesai melayani ibu-ibu tukar sampah dengan emas,” kata Siti saat ditemui di kediamannya, Kamis.
Siti Romlah memanfaatkan bagian kanan rumahnya sebagai penampungan sementara sampah plastik, terutama gelas air mineral yang diambil dari rumah warga. Tempat tersebut juga digunakan sebagai tempat memilah sampah.
Siti baru bergelut dengan sampah selama satu tahun terakhir, aktivitas itu dimulai saat ada bank sampah di desanya.
“Pada awalnya satu bulan bank sampah itu enggak jalan. Enggak ada warga yang setor sampah,” katanya.
Sebagai Ketua penggerak PKK, Siti Romlah mengaku terpanggil untuk mengetahui mengapa bank sampah di desanya tidak bisa berjalan. Padahal sampah berserakan di rumah warga.
Berdasarkan survei yang dilakukannya, diketahui banyak warga yang enggan menyimpan sampah. Warga memilih membakar atau membuang sampah rumah tangga mereka.
Siti Romlah pun berinisiatif membagikan tiga karung sebagai tempat sampah kepada warga.
“Akhirnya kita membagikan tiga karung kepada warga. Kita tulis kertas, plastik dan botol agar warga mudah menyimpan sampah mereka,” ujarnya.
Karung gratis itu berhasil memancing warga untuk memilah sampah rumah tangga. Meski begitu, bank sampah di desa itu belum berjalan seperti yang dikehendaki. Warga masih enggan menyetorkan sampah.
Siti lalu membuat jadwal pengambilan sampah pada titik tertentu di perumahan warga. Ia dan suaminya turun langsung memungut sampah dari rumah warga dibantu sejumlah pekerja.
“Sesuai jadwal saya dan suami saya turun ke rumah warga mengambil sampah yang sudah dipilah,” katanya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.