KUPANG, KOMPAS.com - Sejumlah wartawan Tribun Pos Kupang dilarang mengambil gambar saat proses rekonstruksi pembunuhan terhadap Astri Suprini Manafe (30) dan anaknya Lael Maccabe (1), yang digelar penyidik Polda NTT, Selasa (21/12/2021).
Salah seorang wartawan Tribun Pos Kupang Irfan Hoi, mengaku, dirinya dilarang oleh sejumlah aparat kepolisian saat mengambil gambar di tempat kejadian perkara di belakang Pasar Oebobo, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.
"Saat saya sedang mengambil video tersangka, seorang anggota polisi langsung menarik tangan saya. Dia melarang saya agar tidak boleh merekam," ungkap Irfan, kepada Kompas.com, Selasa (21/12/2021).
Baca juga: Rekonstruksi Pembunuhan Ibu dan Bayi di Kupang, Korban Dibunuh di Depan Rumah Jabatan Bupati
Irfan yang saat itu sedang mengenakan masker, kemudian menurunkan masker dan menginformasikan kalau dirinya adalah wartawan Pos Kupang.
Namun anggota polisi itu melarang Irfan merekam adegan rekonstruksi. Ia pun kehilangan momen saat tersangka pembunuhan RB alias Randy, turun dari mobil.
Selain Irfan, rekan sesama wartawan Pos Kupang yang meliput rekonstruksi di lokasi lainnya juga mengalami nasib serupa.
Bahkan, temannya itu sempat diancam akan dirampas telepon selulernya, jika merekam proses rekonstruksi.
Baca juga: Istri Tersangka Pembunuhan Ibu dan Bayi di Kupang Turut Diperiksa Polisi
Larangan meliput itu sempat direkam oleh sejumlah teman-temannya dan kemudian beredar luas di media sosial.
Irfan mengaku, anggota polisi yang sempat bersitegang dengan dirinya itu sudah meminta maaf.
Dia berharap, kejadian seperti itu tidak terulang lagi karena masyarakat perlu mengetahui informasi kasus itu melalui pemberitaan media massa.
Tanggapan Kapolda NTT
Kapolda NTT Irjen Pol Lotharia Latif, mengatakan, dirinya akan menegur anggotanya yang bersitegang dengan wartawan.
"Kalau ada anggota saya yang salah, saya akan tegur dan tindak, agar tidak terulang kembali," ujar dia.
Menurut Latif, semua kegiatan rekonstruksi dilakukan terbuka.
Hanya saja, kata dia, memang situasi di lapangan membuat anggotanya harus kerja ekstra karena dipadati banyak orang.
"Karena tadi saya monitor di lapangan sangat ramai dan banyak juga yang mengaku-ngaku wartawan dan memaksa masuk dan mendekat di luar batas yang telah ditetapkan sesuai aturan," ujar Latif.
Baca juga: Bupati Manggarai Timur Agas Andreas Dirujuk ke RS Siloam Kupang, Kondisinya Stabil
Latif pun mengatakan, dirinya sudah berkoordinasi dengan Kabid Humas Polda NTT untuk mengingatkan kepada anggota polisi agar tetap humanis dan memberi ruang yang cukup bagi wartawan.
Menurutnya, ketika membaca di media sosial semua hal yang dilakukan oleh Polri dibelokkan dan dibuat narasi dan opini yang lain, bahkan sudah mengarah ke isu SARA.
"Mungkin itu juga yang membuat anggota agak protektif karena banyak yang ngaku-ngaku sebagai wartawan, yang nantinya membuat narasi-narasi yang mengeruhkan suasana," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.