BANDUNG, KOMPAS.com - Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) siap menggarap metaverse (dunia komunitas virtual tanpa akhir yang saling berhubungan) dari ibu kota baru Indonesia di Kalimantan Timur.
“Di 2022 nanti kita akan masuk ke teknologi meta atau yang sekarang dikenal metaverse. Kami akan membentuk tim dan kami akan mengusulkan, yaitu pertama ibu kota baru," kata Ketua Ikatan Alumni ITB Gembong Primadjaja seusai pembukaan Rakernas IA ITB di Sabuga Bandung, Sabtu (18/12/2021).
Baca juga: Gembong Primadjaja Terpilih Jadi Ketua IA ITB 2021-2025 lewat E-voting
Hingga kini belum ada gambaran seperti apa ibu kota baru Indonesia di Kalimantan Timur tersebut.
Untuk itu akan dibangun versi meta-nya. Di mana pelayanan-pelayanan atau aktivitas di dalamnya divisualkan dalam bentuk 3D (tiga dimensi) yang menggunakan digital aplikasi.
Dia menuturkan salah satu negara yang membangun metaverse dari ibu kota-nya adalah Korea Selatan.
"Kalau kita lihat Korea Selatan, ibu kotanya, Seoul sudah menjadi kota metaverse," kata dia.
Baca juga: Korsel Bangun Metaverse Seoul, Bakal Jadi Kota Digital Pertama di Dunia?
Itu artinya, bagi generasi milenial hidup di dunia maya atau metaverse bukan hal yang aneh atau baru karena banyak di antara mereka yang melakukan berbagai aktivitas sehari-hari mulai dari bisnis hingga sosial di dunia maya.
"Dan itu akan kita tawarkan karena di situ ada potensi bisnis, ada potensi ekonomi," beber dia.
Selain itu, di 2022 pihaknya akan fokus mengedepankan teknologi, baik teknologi tepat guna atau advance technology.
"Jadi kita akan masuk ke bidang yang memang ahli-ahlinya di Indonesia itu banyak dari ITB," kata dia seraya menambahkan pihaknya akan masuk ke ekonomi sirkular.
IA ITB juga akan membantu sektor UMKM di Indonesia, terlebih 90 persen masyarakat Indonesia terlibat di dalam kegiatan UMKM dan 60 persen pendapatan Indonesia berasal dari sektor UMKM.
Salah satu program untuk membantu UMKM dari IA ITB adalah pelatihan tentang added value dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang ada saat ini.
"Jadi saat ini petani atau nelayan hanya menjual produksi atau hasil tangkapannya sebagai bahan mentah. Itu akan kita tingkatkan jadi bahan baku sehingga jadi lebih tinggi nilai jualnya," jelasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.