SEMARANG, KOMPAS.com - Sawinah (54) berusaha tersenyum tatkala bercerita tentang peristiwa pahit yang dialaminya. Sorot matanya yang sayu menggambarkan getir kehidupan yang pernah dilaluinya.
Lebih dari 15 tahun, ibu tiga anak ini sehari-harinya menggantungkan hidup sebagai pekerja rumah tangga (PRT) di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Dari rumahnya di daerah Jatibarang, ia harus berjalan kaki menempuh perjalanan kurang lebih satu jam untuk mencari angkutan umum menuju tempatnya bekerja.
Namun, Sawinah kini tak bisa lagi bekerja. Semenjak dirinya sakit sang majikan telah memberhentikannya tanpa memberikan pesangon.
"Waktu itu badan meriang, kaki keseleo. Sampai 10 hari libur. Pas mau masuk kerja lagi katanya udah engga usah masuk kerja lagi libur selamanya wae. Lalu saya diberhentikan tanpa diberi pesangon," kata Sawinah kepada Kompas.com, Selasa (14/12/2021).
Pengalaman yang sama juga pernah terjadi setelah ia pindah pekerjaan di tempat lain.
Namun, di tempat kerjanya yang baru ia justru mendapatkan perlakuan yang tak mengenakan dari sang majikan.
"Waktu saya izin sakit di tempat kerja saya dipaksa berangkat tapi saya engga bisa dia (majikan) marah-marah. Akhirnya saya diberhentikan. Engga diberi gaji malah punya tunggakan beberapa hari. Harusnya sebulan dapat Rp 1,2 juta tapi dikasihnya cuma Rp 600.000," ungkapnya.
Sawinah berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menyambung hidup. Selain itu, ia juga berharap ada jaminan perlindungan terhadap PRT terutama perempuan.
Baca juga: Ini Alasan Komnas Perempuan Desak DPR Segera Bahas RUU Perlindungan PRT
"Saya kepengen dapat pekerjaan yang layak dan dapat jaminan perlindungan kerja," ungkapnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.